KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik bersenjata antara Kamboja dan Thailand memasuki hari kelima pada Jumat (12/12/2025), dengan pemerintah Kamboja menuduh militer Thailand terus melakukan penembakan lintas batas. Sementara itu, Perdana Menteri Thailand yang berstatus caretaker, Anutin Charnvirakul, mengonfirmasi bahwa ia dijadwalkan berbicara dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Menurut laporan The Khmer Times, pasukan Thailand diduga melancarkan serangan baru di tiga provinsi Kamboja pada Jumat dini hari. Serangan tersebut disebut terjadi di kawasan Ta Moan, Ta Kra Bei, dan Thmar Daun di Provinsi Oddar Meanchey.
Baca Juga: Krisis Politik Memuncak, PM Thailand Bubarkan Parlemen Media tersebut juga melaporkan adanya penembakan artileri Thailand di wilayah Phnom Khaing dan An Ses di Provinsi Preah Vihear, serta di Desa Prey Chan dan kawasan Boeung Trakuan di Provinsi Banteay Meanchey. Tidak ada laporan korban tambahan dari insiden terbaru ini.
20 Orang Tewas, 600.000 Mengungsi
Sejak bentrokan kembali terjadi pada Senin lalu, sedikitnya 20 orang tewas dan hampir 200 lainnya terluka di kedua negara. Diperkirakan 600.000 penduduk telah mengungsi dari wilayah perbatasan Thailand–Kamboja, menyusul runtuhnya kesepakatan damai yang sebelumnya ditengahi Presiden Trump pada Oktober lalu. Sementara itu, Kementerian Pertahanan Kamboja melalui unggahan Facebook membantah klaim militer Thailand bahwa pihaknya menggunakan tentara bayaran asing untuk mengoperasikan drone bunuh diri (suicide drones). “Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja menolak propaganda yang disebarkan melalui laman Facebook Komando Angkatan Darat ke-2 Thailand, yang menuduh Kamboja menggunakan warga asing untuk meluncurkan drone FPV dalam konflik perbatasan,” demikian pernyataan resmi kementerian. Kementerian juga menyangkal laporan media Thailand yang menuduh bahwa Kamboja bersiap meluncurkan rudal PHL-03 buatan Tiongkok. Sistem peluncur roket tersebut memiliki jangkauan 70–130 km, jauh lebih besar dibandingkan peluncur roket BM-21 milik Kamboja yang hanya mencapai 15–40 km.
Baca Juga: PM Thailand Akan Berbicara dengan Trump Bahas Bentrokan di Kamboja “Kamboja menuntut pihak Thailand berhenti menyebarkan berita palsu untuk mengalihkan perhatian dari pelanggarannya terhadap hukum internasional,” tambah kementerian.
Konflik Lama Sengketa Kuil Bersejarah
Kedua negara saling tuduh telah memicu kembali konflik bersejarah yang berpusat pada sengketa perbatasan sepanjang 800 km, termasuk klaim kepemilikan atas sejumlah kuil bersejarah yang telah lama diperselisihkan. Pertempuran terbaru melibatkan artileri, jet tempur, tank, dan drone dari kedua sisi.
Anutin Siap Bicara dengan Trump
Di tengah meningkatnya ketegangan, PM caretaker Thailand Anutin menegaskan bahwa ia dijadwalkan berbicara dengan Presiden Trump pada pukul 21.20 waktu setempat (14.20 GMT), Jumat ini. Trump sebelumnya menyatakan siap menghubungi pemimpin kedua negara dan optimistis dapat membantu menghentikan konflik. Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan bahwa Trump belum melakukan panggilan kepada pemimpin Thailand dan Kamboja, tetapi menegaskan bahwa pemerintahan AS “memantau situasi ini pada level tertinggi.” Sebelum pembicaraan tersebut, Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow telah berbicara dengan Menlu AS Marco Rubio, yang menegaskan kesiapan Washington membantu mempromosikan perdamaian.
Baca Juga: Konflik Memanas, Kamboja Tarik Timnya dari SEA Games 2025 di Thailand demi Keamanan Parlemen Dibubarkan, Pemilu Dipercepat
Di sisi politik dalam negeri, Anutin menyatakan pembubaran parlemen yang diumumkan pada Kamis tidak akan memengaruhi pengelolaan konflik perbatasan.
Pembubaran tersebut dilakukan setelah hubungan antara Partai Thai Pride dan People’s Party, oposisi terbesar di parlemen, memburuk dan menyebabkan kebuntuan legislasi. Raja Maha Vajiralongkorn resmi menyetujui pembubaran parlemen, sebagaimana diumumkan melalui Royal Gazette pada Jumat, membuka jalan bagi pelaksanaan pemilu awal yang wajib digelar dalam 45–60 hari ke depan.