KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memanasnya konflik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina masih mengerek harga minyak dunia. Harga minyak WTI menyentuh angka US$ 86,28 per barel pada Kamis (19/10), naik sekitar 7,8% dari harga dua pekan lalu. Head Research & Development Deu Calion Futures (DCFX), Paolo Liszman mengatakan, kenaikan harga minyak karena meningkatnya kekhawatiran atas peranga Israel-Palestina.
Pasalnya perang ini berpotensi menganggu pasokan minyak dari Timur Tengah.
Baca Juga: IHSG Melemah Terdampak Kenaikan Suku Bunga BI, Analis Rekomendasikan Saham Ini Data terbaru Badan Administrasi Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat (AS) menunjukkan penurunan yang lebih besar dari perkiraan dalam persediaan minyak mentah AS pada pekan sebelumnya. Menurut laporan tersebut, persediaan minyak mentah AS turun sebanyak 4,49 juta barel, angka yang lebih tinggi dari ekspektasi para analis pasar "Pemangkasan yang signifikan dalam persediaan minyak mentah AS menunjukkan permintaan yang kuat dan penurunan stok yang lebih besar dari yang diperkirakan," kata Paolo, Kamis (19/10). Paolo memperkirakan, harga minyak kemungkinan akan tetap cenderung naik dalam beberapa waktu ke depan.
Baca Juga: Anggaran Subsidi Energi Tahun Ini Berpotensi Jebol Terutama jika ketegangan di Timur Tengah terus berlanjut dan permintaan global terus pulih dari dampak pandemi. Maka para pelaku pasar perlu tetap waspada terhadap perubahan situasi yang terjadi di pasar minyak global. Senada, Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjendra melihat, ekskalasi konflik di Timur Tengah yang melibatkan negara lain bisa mendorong kenaikan harga minyak WTI ke area US$ 93-US$ 95 per barel lagi. Sebaliknya, apabila tensi konflik menurun, harga minyak WTI bisa turun lagi ke area sekitar US$ 82 per barel. Menurutnya, potensi penurunan harga ini didukung oleh kebijakan AS yang sudah melonggarkan sanksi terhadap Venezuela terkait ekspor minyak mentah. Hal ini akan menambah suplai di pasar.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Bisa Makin Panas, Ini Alasannya OPEC mungkin bisa fleksibel menaikkan suplai bila harga melonjak mendekati US$ 100 per barel. Selain itu, suku bunga tinggi AS juga bisa menekan harga minyak karena dollar AS menguat. "Isu pelambatan ekonomi global yang bisa mengurangi permintaan energi juga bisa menurunkan harga minyak mentah," ucap Ariston. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli