Konflik Rusia-Ukraina Berpotensi Tekan Volume Ekspor, Ini Strategi BI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik antara Rusia dan Ukraina memberi dampak pada kenaikan harga sejumlah komoditas. Hal ini sebenarnya membawa angin segar bagi prospek nilai ekspor Indonesia.

Namun, di satu sisi, Bank Indonesia (BI) melihat konflik antara kedua negara tersebut bakal menghambat pertumbuhan volume Indonesia karena permintaan barang dari negara mitra dagang bisa berkurang.

“Kami melihat perang ini membawa dampak ke banyak negara terkait melambatnya pertumbuhan di Amerika Serikat (AS), Eropa, China, India, dan ini mitra dagang Indonesia. Jadi di satu sisi nilai ekspor naik karena peningkatan harga komoditas, tetapi volume ekspor bisa turun,” kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo, belum lama ini.


Nah, untuk mengkerdilkan dampak penurunan volume ekspor ini, Dody mengatakan harus ada strategi yang diterapkan oleh Indonesia.

Pertama, melakukan diversifikasi ekspor. Strategi bisnis ini dilakukan dengan mencari pasar baru sehingga Indonesia tidak bergantung pada negara tradisional. Selain diversifikasi pasar, Indonesia juga bisa diversifikasi produk ekspor dengan cara hilirisasi.

Baca Juga: Arus Modal Asing Masuk Capai Rp 1,95 Triliun di Pekan Pertama April 2022

Kedua, kebijakan otoritas dalam mengendalikan inflasi. Menurut Dody, bila inflasi bergerak seperti bola liar, ini akan berpengaruh pada ongkos produksi bagi eksportir kalau mereka melakukan kegiatan di Sumber Daya Alam (SDA) dan energi.

“Kami tidak khawatir inflasi akan memengaruhi daya saing, karena ini terkait produktivitas. Namun, kami menyoroti bagaimana eksportir meningkatkan nilai tambah dan menekan dari sisi ongkos produksi ekspor,” tutur Dody.

Ketiga, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah untuk mengurangi ongkos produksi. Ia mengambil contoh, bila eksportir memiliki pinjaman luar negeri untuk kegiatan bisnis, di saat nilai tukar terdepresiasi, ini bisa menjadi beban bagi eksportir. Untuk itu, BI akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Karena juga, kalau rupiah terdepresiasi, maka ongkos produksi akan naik sehingga mengurangi daya saing eksportir. Jadi ini salah satu bagian untuk dukung dari sisi produktivitas eksportir,” tandas Dody.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari