JAKARTA. Maraknya kasus konflik kepemilikan lahan mendesak adanya pengadilan khusus pertanahan. Atas dasar ini DPR RI dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan mengamanatkan pembentukan pengadilan pertanahan. Anggota Komisi II DPR RI, Gamari Sutrisno, mengatakan, pembentukan Pengadilan Pertanahan khusus untuk mengurus permasalah disektor pertanahan. "Selama ini permasalahan di sektor pertanahan cukup banyak dan ini diperlukan pengadilan khusus untuk menyelesaikan konflik lahan," ujarnya kepada Kontan, Rabu (26/6). Dalam draft RUU Pertanahan disebutkan bahwa sengketa mengenai status kepemilikan tanah dan kebenaran materil data fisik dan yuridis, diselesaikan melalui badan peradilan. Kemudian, diamanatkan pembentukan Pengadilan Pertanahan pada setiap pengadilan negeri(PN) yang berada di setiap ibukota provinsi. Pengadilan Pertanahan bertugas dan berwenang memeriksa serta memutus perkara sengketa di bidang Pertanahan. Susunan Pengadilan Pertanahan pada pengadilan negeri terdiri atas pimpinan, hakim, dan panitera. Menurut Gamari, nantinya juga akan terdapat dua poin penyelesaian konflik pertanahan diantaranya pertama lewat musyawarah dan kedua lewat pengadilan. Secara teknis proses pendaftaran sengketa ke pengadilan sama seperti pengadilan yang lainnya. "Ini akan kita kejar terus agar poin pembentukan pengadilan pertanahan tidak keluar dari draft RUU," ujarnya. Gamari mengatakan, bahwa selama ini penyelesaian sengketa kepemilikan lahan sangat lambat. Ia menilai, banyaknya kasus yang ditangani oleh PN tidak hanya masalah sengketa lahan sehingga menjadi permasalahan tersendiri. Gamari juga menilai, bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) kurang maksimal dalam menyelesaikan kasus sengketa lahan. "Lebih banyak mendukung para pemodal dan perusahaan negara sehingga kepentingan rakyat selalu terpinggirkan," ujarnya. Berdasarkan catatan BPN, dari 7.000 kasus sengketa lahan, pada tahun 2012 sudah terselesaikan sekitar 60%-nya atau setara 4.200 kasus sengketa lahan. Sedangkan sisanya sekitar 40%nya dari 7.000 kasus atau setara 2.800 kasus sengketa lahan ditargetkan akan diselesaikan pada tahun ini juga. Komisi II DPR RI sendiri akan segera membentuk Panja RUU Pertanahan pada masa sidang kali ini. Serta RUU Pertanahan ditargetkan akan selesai maksimal akhir tahun 2013 ini. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, mengatakan, rencana pembentukan pengadilan pertanahan merupakan sebuah langkah yang baik. "Pengadilan pertanahan nantinya harus berpihak kepada rakyat," ujarnya. Menurut Winarno, selama ini para petani selalu dirugikan ketika ada konflik kepemilikan lahan. Ia menilai, para penegak hukum dan kepolisian selalu berpihak kepada pengusaha pemilik modal. Winarno menjelaskan, banyak kasus terjadi perusahaan menelantarkan lahan yang dimiliki. "Awalnya lahan terlantar, namun ketika dikelola petani dan berproduksi baru diakui lahan perusahaan. Nah, sebelumnya kemana saja," ujarnya. Menurut Winarno, selama ini BPN memberikan peta Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan hanya sebatas hitungan diatas kertas. Sedangkan, pengecekan dilapangan tidak dilakukan, sehingga berpotensi menimbulkan adanya konflik kepemilikan lahan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Konflik tanah marak, pengadilan pertanahan dibuat
JAKARTA. Maraknya kasus konflik kepemilikan lahan mendesak adanya pengadilan khusus pertanahan. Atas dasar ini DPR RI dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan mengamanatkan pembentukan pengadilan pertanahan. Anggota Komisi II DPR RI, Gamari Sutrisno, mengatakan, pembentukan Pengadilan Pertanahan khusus untuk mengurus permasalah disektor pertanahan. "Selama ini permasalahan di sektor pertanahan cukup banyak dan ini diperlukan pengadilan khusus untuk menyelesaikan konflik lahan," ujarnya kepada Kontan, Rabu (26/6). Dalam draft RUU Pertanahan disebutkan bahwa sengketa mengenai status kepemilikan tanah dan kebenaran materil data fisik dan yuridis, diselesaikan melalui badan peradilan. Kemudian, diamanatkan pembentukan Pengadilan Pertanahan pada setiap pengadilan negeri(PN) yang berada di setiap ibukota provinsi. Pengadilan Pertanahan bertugas dan berwenang memeriksa serta memutus perkara sengketa di bidang Pertanahan. Susunan Pengadilan Pertanahan pada pengadilan negeri terdiri atas pimpinan, hakim, dan panitera. Menurut Gamari, nantinya juga akan terdapat dua poin penyelesaian konflik pertanahan diantaranya pertama lewat musyawarah dan kedua lewat pengadilan. Secara teknis proses pendaftaran sengketa ke pengadilan sama seperti pengadilan yang lainnya. "Ini akan kita kejar terus agar poin pembentukan pengadilan pertanahan tidak keluar dari draft RUU," ujarnya. Gamari mengatakan, bahwa selama ini penyelesaian sengketa kepemilikan lahan sangat lambat. Ia menilai, banyaknya kasus yang ditangani oleh PN tidak hanya masalah sengketa lahan sehingga menjadi permasalahan tersendiri. Gamari juga menilai, bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) kurang maksimal dalam menyelesaikan kasus sengketa lahan. "Lebih banyak mendukung para pemodal dan perusahaan negara sehingga kepentingan rakyat selalu terpinggirkan," ujarnya. Berdasarkan catatan BPN, dari 7.000 kasus sengketa lahan, pada tahun 2012 sudah terselesaikan sekitar 60%-nya atau setara 4.200 kasus sengketa lahan. Sedangkan sisanya sekitar 40%nya dari 7.000 kasus atau setara 2.800 kasus sengketa lahan ditargetkan akan diselesaikan pada tahun ini juga. Komisi II DPR RI sendiri akan segera membentuk Panja RUU Pertanahan pada masa sidang kali ini. Serta RUU Pertanahan ditargetkan akan selesai maksimal akhir tahun 2013 ini. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, mengatakan, rencana pembentukan pengadilan pertanahan merupakan sebuah langkah yang baik. "Pengadilan pertanahan nantinya harus berpihak kepada rakyat," ujarnya. Menurut Winarno, selama ini para petani selalu dirugikan ketika ada konflik kepemilikan lahan. Ia menilai, para penegak hukum dan kepolisian selalu berpihak kepada pengusaha pemilik modal. Winarno menjelaskan, banyak kasus terjadi perusahaan menelantarkan lahan yang dimiliki. "Awalnya lahan terlantar, namun ketika dikelola petani dan berproduksi baru diakui lahan perusahaan. Nah, sebelumnya kemana saja," ujarnya. Menurut Winarno, selama ini BPN memberikan peta Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan hanya sebatas hitungan diatas kertas. Sedangkan, pengecekan dilapangan tidak dilakukan, sehingga berpotensi menimbulkan adanya konflik kepemilikan lahan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News