KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi digital Indonesia terus bertumbuh yang ditopang oleh perusahaan rintisan (
start up) berbasis teknologi. Banyaknya
start up yang mampu bertahan bahkan tumbuh pesat menjadi raksasa, telah memicu minat konglomerat untuk menanamkan investasi di
start up teknologi. Wakil Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja menyampaikan, konglomerat besar di Indonesia tidak langsung agresif berinvestasi pada start up digital. Pada masa-masa awal, investasi lebih banyak dari teknologi ventura capital company (Tech VC) dari luar negeri. "Karena Tech VC punya uang besar dan mengerti impact dari digitalisasi, jadi lebih berani," ungkap Donald saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (27/4).
Setelah
start up teknologi teruji mampu bertahan bahkan bertumbuh pesat, konglomerasi jumbo pun mulai tertarik. Khususnya dengan keberhasilan lahirnya usaha rintisan dengan nilai valuasi lebih dari US$ 1 miliar (unicorn) hingga yang berlabel decacorn (valuasi lebih dari US$ 10 miliar) seperti Gojek. "Nah sekarang ini, terutama dengan kesuksesan Gojek, Grab, Tokopedia dan BukaLapak selama ini, serta kehebatan sektor tech selama pandemi, konglomerasi mulai percaya dengan tech dan mulai berinvestasi," sebut Donald.
Baca Juga: Telkomsel buka opsi mempercepat investasi US$ 300 juta ke Gojek Seperti diketahui, meski mengusung model bisnis baru, namun industri digital Indonesia masih ditopang oleh konglomerat lama. Korporasi berskala jumbo macam Djarum Grup, Emtek, Sinar Mas Grup, hingga Grup Astra ramai membanjiri investasi pada platform digital dengan berbagai segmen ini. Grup Djarum misalnya, untuk platform marketplace memiliki BliBli. Selain berinvestasi di Gojek, Grup Djarum juga bakal terlibat dalam aksi pencatatan umum saham perdana alias
initial public offering (IPO) Grab. Selain Djarum, konglomerasi Indonesia yang turut berpartisipasi dalam aksi go public Grab di Amerika Serikat (AS) adalah Emtek dan Grup Sinar Mas. Sinar Mas dan Emtek juga semakin melebarkan sayap bisnisnya di ekonomi digital. Misalnya lewat Sinar Mas Digital Venture dan Happy Fresh, lalu untuk EMTEK masuk ke BukaLapak dan DANA. Grup Astra pun tak mau ketinggalan. Selain berinvestasi di Gojek, baru-baru ini Grup Astra juga menanamkan dana di usaha rintisan (start up) Sayurbox dan Halodoc. Investasi yang digelontorkan Astra mencapai Rp 580 miliar untuk kedua start up tersebut. Rinciannya, US$ 35 juta atau setara Rp 507,5 miliar untuk Halodoc dan US$ 5 juta setara Rp 72,5 miliar untuk Sayurbox. Tak hanya dari konglomerasi swasta, perusahaan plat merah khususnya dalam naungan Grup Telkom juga tak ingin tertinggal. Melalui modal ventura, PT Metra Digital Investama (MDI Ventures), Grup Telkom rajin berinvestasi di start up teknologi. Antara lain di Gojek, Halodoc dan SiCepat.
Telkom Grup pun sudah mengambil posisi dari lima tahun yang lalu dengan memodali MDI sebesar US$ 100 juta. Telkom pun menambah modal MDI US$ 500 juta untuk berinvestasi pada start up teknologi pada fase lanjut yang mulai merangkak menjadi raksasa. Selama 2020, MDI antara lain berinvestasi di 7 HealtTech, 4 FoodTech, dan 5 Logistic Companies dengan total investasi lebih dari US$ 100 juta. Donald menyebut, sektor-sektor tersebut terbukti prospektif saat mampu bertahan dan bertumbuh di tengah pandemi covid-19. "Bisa dilihat sektor-sektor ini semuanya mendapatkan net positive impact di era new mormal. Seperti namanya new normal, gain yang mereka dapatkan akan terus bertumbuh di masa depan," imbuh Donald.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat