Konsentrasi ekonomi RI baru bergeser 1% dari Pulau Jawa dalam 18 tahun terakhir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom sekaligus pendiri Center of Reform on Economics (Core) Hendri Saparini memaparkan data bahwa sejak tahun 2000 hingga 2018, atau dalam 18 tahun terakhir, konsentrasi ekonomi di Indonesia baru bergeser 1% dari pulau Jawa.

Pada tahun 2000 kontribusi produk domestik bruto (PDB) Pulau Jawa ke perekonomian nasional sebesar 60%. Kemudian pada tahun 2018 tercatat sebesar 59%. Kue perekonomian tersebut menunjukkan sumber pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum merata.

"Tahapannya masih panjang untuk bisa menggeser dari 59% ekonomi di Jawa tersebar di daerah lain untuk pertumbuhan ekonomi yang berkualitas," jelas Hendri Saparini dalam diskusi Core Economic Forum dengan tema Konektivitas Memacu Pertumbuhan Berkualitas di Hotel Morissey, Rabu (12/6).


Untuk itu, pembangunan infrastruktur yang gencar dilaksanakan pemerintah sejak lima tahun lalu hingga saat ini mestinya tetap terintegrasi untuk mendukung ekonomi daerah.

"Kita membangun itu semestinya terintegrasi karena kalau tidak, jadi parsial. Karena belum ada perencanaan yang terintegrasi yang akan diikuti maka akhirnya muncul inisiatif dari masyarakat," jelas Hendri.

Selain itu, Hendri juga memberi saran perlunya melakukan managemen prioritas infrastruktur mana yang memberikan dampak positif paling cepat bagi perekonomian. Misalnya, daerah perbatasan yang memiliki potensi ekonomi besar bagi pelintas batas, atau membangun konektivitas dari pusat produksi ke pasar.

"Tentu ini lebih cepat untuk mendorong ekonomi, tetapi kalau infrastruktur yang dibangun adalah infrastruktur pembuka maka perlu waktu lebih lama," imbuh dia.

Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Ekonomi dan Investasi Wihana Kirana Jaya juga menjelaskan konektivitas dapat mengakselerasi perekonomian daerah. Salah satunya, dengan mempermudah masyarakat untuk mudik.

Momentum mudik bisa menjadi katalis pembangunan pasalnya dana yang dibelanjakan pemudik di daerah pedesaan bisa mencapai Rp 33,4 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli