KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah untuk menarik investasi ke Indonesia dengan mengubah peraturan perundang-undangan yang selama ini dianggap sebagai hambatan direspons positif. Nantinya pemerintah akan menggantikan regulasi lama dengan rancangan undang-undang (RUU) berkonsep
omnibus law yang ditargetkan rampung satu bulan ke depan.
Baca Juga: Pengurangan PPh Badan perlu dipercepat Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo mengatakan, skema
omnibus law terlalu sektoral dan sempit. Namun, baik untuk menstimulus investasi dan ekspor. Sejatinya
bila omnibus law diterapkan pemerintah maka berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Tetapi, perbaikan tersebut perlu diimbangi dengan sinergi administrasi di tiap kementerian dan kelembagaan (K/L). Dalam skema
omnibus law terdapat dua poin besar yakni Undang-Undang terkait perizinan dan perpajakan. Yustinus bilang keduanya tidak bisa jalan sendiri, porsentasi perizinannya pemerintah pusat yang diwakili masing-masing kementerian dan lembaga (K/L) perlu selaras dengan peraturan daerah. Sehingga kepastian logistik barang dapat terjamin dan investor semakin mantap menanamkan modalnya di tanah air. Di sisi lain, Yustinus mengatakan pemerintah harus tetap memastikan revisi UU Ketetapan Umum Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak Penambahan Nilai (PPN) tetap diselesaikan dengan segera.
Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 dan 2020 tak serendah proyeksi OECD “
Omnibus law ini menginterupsi sebagai pelengkap, untuk jangka pendek bisa menggerek investasi dan ekspor. Kalau hanya pajak sendiri tidak akan efektif,” kata Yustinus kepada Kontan.co.id, Senin (23/9). Yustinus menilai paling tidak
omnibus law dapat diundangkan pada Januari 2020. Dia berharap pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang baru bisa menyegerakan. “Khawatir ketinggalan momentum, India saya minggu lalu sudah pangkas PPh,” kata Yustinus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli