KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (IKAPPI) menilai, gula termasuk komoditas dengan harga yang konsisten mengalami kenaikan. Ketua Umum DPP IKAPPI Abdullah Mansuri mengatakan, saat ini harga gula terhitung sebagai harga tertinggi dalam tiga tahun terakhir. "Gula terhitung harga tertinggi dalam kurun waktu 3 tahun hingga 5 tahun terakhir, biasanya Rp 14.000, Rp 15.000. Sekarang kan gula Rp 16.000 (per 1 kilogram) bahkan ada yang lebih," kata Abdullah dihubungi Kontan.co.id, Minggu (12/11).
Ia mengatakan, keputusan menaikkan harga acuan pembelian (HAP) tidak ada korelasinya dengan kondisi harga gula saat ini. Abdullah menyebut, selama produksi masih kurang kemudian impor gula masih tinggi maka harga masih akan terbang.
Baca Juga: Kurangi Resiko Kanker dan Kolesterol, 8 Manfaat Buah Mangga Bagi Kesehatan Tubuh "HAP atau tidak tidak ada korelasinya. Jadi ada HAP atau tidak kalau produksi kecil impor tinggi pasti harga akan tinggi," jelasnya. Saat ini permintaan gula di pasaran masih belum alami kenaikan. Biasanya permintaan gula akan naik saat bulan Desember. Abdullah mengatakan daya beli masyarakat juga belum bisa dikategorikan tinggi saat ini. "Agak sulit, produksi rendah impor tinggi, dollar juga sedang tinggi ya tentu berpengaruh pada harga gula," imbuhnya. Diketahui, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) berlakukan relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen menjadi Rp 16.000/kg, atau Rp 17.000/kg khusus di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan wilayah Tertinggal, Terluar, Terpencil, dan Pedalaman (3TP). Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa menjelaskan, relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga gula di dalam negeri. "Sehubungan dengan adanya kenaikan harga gula di dalam negeri maupun internasional, maka telah dilakukan rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk membahas harga gula yang wajar di tingkat konsumen. Berdasarkan hasil input tersebut, kami menghimbau kepada seluruh pelaku usaha ritel untuk dapat mengimplementasikan relaksasi harga dimaksud," ujarnya.
Baca Juga: Musim Mangga Belum Habis! Sederet Manfaat Mangga, Bisa Meredakan Radang Sendi Adapun, relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen diberlakukan bagi pelaku usaha di ritel modern (APRINDO dan HIPPINDO). Pada lini tersebut dihimbau agar menjual di atas Harga Acuan Penjualan (HAP), sesuai kewajaran harga yang ditetapkan dengan mempertimbangkan harga gula di produsen atau harga internasional, biaya kemasan, biaya distribusi dan sebagainya. "Relaksasi ini diberlakukan mengingat harga gula sudah berada di atas HAP. Fleksibilitas ini akan terus dievaluasi secara berkala sampai harga gula kembali ke level wajar," tambah Ketut. Sebagaimana diketahui akibat El Nino diperkirakan terjadi potensi penurunan produksi dari estimasi awal 2,6 juta ton menjadi sekitar 2,2-2,3 juta ton. Sementara realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) baru sebesar 180.000 ton atau sekitar 22,61% dan Gula Kristal Putih (GKP) sebesar 126.941 ton atau 58,82%. Realisasi impor yang masih minim juga disebabkan beberapa perusahaan yang memiliki kuota impor GKM masih belum ada realisasi. Hal ini antara lain karena tingginya harga gula internasional sehingga tidak menjangkau untuk penjualan sesuai HAP di tingkat konsumen.
Baca Juga: Fore Coffee Meriahkan Singapura dengan Pembukaan Gerai Internasional Perdana "Jadi selain optimalisasi penyerapan dalam negeri dan percepatan importasi, diusulkan adanya fleksibilitas harga penjualan di tingkat konsumen. Ke depan pelaku usaha ritel bisa menjual gula konsumsi dengan harga Rp 16.000 per kilogram," ungkapnya. Berdasarkan panel harga NFA, harga gula konsumsi per 12 November 2023 rata-rata nasional di tingkat pedagang eceran ialah Rp 16.250 per kilogram. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli