JAKARTA. Keinginan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membangun asuransi lingkungan hidup tidak lantas disanggupi oleh perusahaan asuransi. Konsorsium asuransi lingkungan hidup masih perlu kajian mendalam untuk bisa diluncurkan. Sebab risiko yang ditanggung anggota konsorsium asuransi lingkungan hidup terbilang besar.
Debie Wijaya, Direktur PT Asuransi Central Asia (ACA) menjelaskan, perlu kajian lebih mendalam untuk bisa membentuk konsorsium asuransi lingkungan. Tidak lantas ada suatu peristiwa latah membuat perusahaan asuransi membentuk konsorsium atau menjual produk asuransi lingkungan. "Harus ada statistik yang akurat menghitung risiko yang ditanggung, berapa preminya. Memang ini wacana bagus tapi butuh waktu lama untuk kajiannya," ujar Debie pada Rabu (14/10). Lebih lanjut ia mengatakan, selama ini perusahaan perkebunan sudah mengasuransikan kebun-kebun miliknya sendiri. Jika sewaktu-waktu terjadi peristiwa seperti kebakaran, perusahaan perkebunan bisa melakukan klaim kepada perusahaan asuransi. Andaikata, konsorsium asuransi lingkungan ini melindungi risiko terjadinya kebakaran besar seperti yang terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Maka, perhitungan akan premi dan nilai klaim yang ditanggung harus dihitung cermat. Agar perusahaan asuransi juga tidak rugi untuk membayarkan klaimnya. Kapasitas perusahaan asuransi dan reasuransi juga harus dihitung. Barulah bisa diputuskan apakah produk asuransi lingkungan hidup ekonomis atau tidak. Sebagaimana diketahui, OJK mengusulkan adanya konsorsium perusahaan asuransi. Berkaca kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan, keberadaan asuransi lingkungan hidup sudah amat mendesak. Konsorsium asuransi akan menanggung risiko seperti: polusi sampah, pencemaran udara dan air dan kebakaran. Sebagaimana diketahui, selama dua bulan terakhir ini kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan belum dapat tertangani secara tuntas.
Pemerintah belum sepenuhnya berhasil menuntaskan kebakaran hutan. Kerugian yang dialami negara juga tidak sedikit. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menghitung kerugian yang terjadi akibat kebakaran hutan mencapai Rp 20 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto