Konsorsium Pertamina siap teken PPA PLTGU Jawa 1



JAKARTA. Ginanjar, VP Power, New & Renewable Energi PT Pertamina, sekaligus Ketua Konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz menyatakan bahwa pihaknya siap menandatangani power purchase agreement (PPA)‎ untuk proyek pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1.

‎"Konsorsium solid dan Pertamina memastikan tidak ada permintaan tambahan dari Marubeni maupun Sojitz terkait kelayakan pembiayaan (bankability),” katanya, Selasa (24/1). ‎‎

‎Menurutnya, Konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz justru siap kapan pun untuk meneken power purchase agreement (PPA) PLTGU Jawa 1 tersebut.


Ia juga mengatakan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan kontrak gas yang baru bisa dilakukan setelah penandatanganan PPA. “Itu nggak masalah,” katanya.

Hal ini lantaran bankability bukan merupakan isu sponsor melainkan isu project. "Dengan spirit yang baik, dan jika isu bankability di-addres dengan tepat oleh kedua belah pihak, maka penandatanganan SPA setelah PPA sama sekali tidak menjadi isu," tambahnya. 

‎Ginanjar mengatakan bahwa memang dalam setiap pembangunan proyek-proyek besar, sudah pasti akan membutuhkan pendanaan besar dan akan melibatkan institusi keuangan. Dalam hal ini, konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz menggunakan pembiayaan sindikasi dari Japan Bank for International Co-operation (JBIC), Nippon Export and Investment Insurance (NEXI) dan Asian Development Bank (ADB).

"Para lender tentunya ingin memastikan bahwa proyek ‎layak diberikan pendanaan, dan ini common practice di proyek-proyek berbasis project financing," ujarnya. ‎

Ia juga memastikan jika pihak sponsor dalam hal ini Pertamina, Marubeni dan Sojitz meyakini bahwa urusan tersebut bisa diselesaikan bersama dengan PLN dan para Lender. "Tentu, ada rasionalitas dan standar bisnis yang dipahami bersama," katanya. 

‎Sebelumnya, Direktur Pengadaan PT PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan pihaknya menunda penandatanganan PPA proyek pembangunan pembangkit tenaga gas berkapasitas 2x800 Megawatt (MW) tersebut lantaran ada beberapa poin dalam kontrak yang tidak disetujui oleh Marubeni dan Sojitz. 

Salah satunya soal kelayakan pembiayaan (bankability). PLN tidak bisa memenuhi permintaan perusahaan Jepang tersebut karena dinilai tidak masuk akal. Pasalnya, kelayakan pembiayaan, seharusnya dilakukan setelah PPA di tandatangani. Begitu pun dengan kontrak pasokan gas.‎

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan