Konsumsi Masih Rendah, Kemenperin Dorong Penguatan Industri Daging Nasional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan potensi industri pengolahan daging. Salah satunya melalui penyusunan kebijakan-kebijakan yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan menjaga keberlangsungan industri tersebut.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menyampaikan, peningkatan permintaan masyarakat terhadap produk pangan olahan serta masih rendahnya konsumsi daging nasional merupakan peluang bagi industri pengolahan daging untuk mengembangkan pasar produk daging olahan di dalam negeri.

“Hal ini juga beriringan dengan program pemerintah untuk meningkatkan konsumsi protein hewani nasional dalam rangka menekan angka stunting dan gizi buruk,” ujar dia dalam siaran pers di situs Kemenperin, Jumat (19/1).


Berdasarkan laporan OECD FAO, saat ini konsumsi daging sapi nasional sebesar 2,25 kilogram per kapita per tahun, sedangkan konsumsi daging ayam sebesar 8,37 kilogram per kapita per tahun. 

Baca Juga: Kemenperin Beberkan Peluang Inovasi dan Adaptasi Industri Pengolahan Daging

Tingkat konsumsi ini termasuk rendah bila dibandingkan Malaysia yang mencapai angka konsumsi daging sapi sebesar 5,72 kg per kapita per tahun dan daging ayam sebesar 50,48 kg per kapita per tahun, juga masih di bawah rata-rata angka konsumsi daging sapi dan ayam di dunia.

Meski demikian, berdasarkan data perusahaan pemasaran intelijen yang berbasis di London, Mintel, pertumbuhan industri pengolahan daging di Indonesia tergolong sangat cepat, bahkan paling cepat secara global. Industri pengolahan daging di Indonesia saat ini berjumlah 64 perusahaan dengan nilai investasi Rp 3,45 triliun dan tenaga kerja sebanyak 25.839 orang.

Kinerja ekspor produk olahan daging (HS 1601 dan 1602) pada tahun 2023 mengalami peningkatan signifikan, yakni mencapai 80% bila dibandingkan tahun 2019. Nilai ekspor pada tahun 2023 mencapai US$ 3,5 juta, meningkat dari capaian tahun 2019 sebesar US$ 2,8 juta. 

“Nilai ekspor tersebut memang masih kecil bila dibandingkan negara produsen olahan daging utama di dunia, namun menunjukkan bahwa potensi ekspor produk olahan daging cukung tinggi dan mengalami pertumbuhan yang signifikan,” terang Putu.

Putu menambahkan, kinerja industri pengolahan daging salah satunya dipengaruhi oleh perubahan pola hidup sebagian masyarakat perkotaan yang dituntut lebih cepat dan instan. Hal ini mendorong peningkatan konsumsi makanan olahan termasuk produk olahan daging. Dia menjelaskan, pertumbuhan angka konsumsi daging sapi dan unggas pada tahun 2023, mengalami peningkatan berturut-turut sebesar 8,20% dan 12,03% jika dibandingkan dari tahun 2019. 

"Pertumbuhan konsumsi daging sapi di Indonesia di negara ASEAN berada pada posisi ketiga setelah Vietnam dan Malaysia, sedangkan untuk pertumbuhan daging unggas, Indonesia berada pada posisi ketiga setelah Vietnam dan Filipina,” jelasnya.

Baca Juga: Widodo Makmur Unggas (WMUU) Bersiap Menyambut Ramadan

Industri pengolahan daging merupakan salah satu industri yang dapat bertahan menghadapi tantangan global dan tetap mengalami pertumbuhan yang positif. Menurut Putu, tantangan ke depan akan semakin dinamis. 

“Perubahan yang cepat menuntut industri untuk terus berinovasi dan beradaptasi, agar tidak hanya bisa eksis namun juga berkembang menjadi lebih baik sesuai tuntutan jaman,” ujarnya.

Ke depannya, industri makanan-minuman termasuk pengolahan daging akan dihadapkan pada tantangan dunia yang semakin kompleks, seperti kondisi geopolitik karena perang antara Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina yang belum kunjung usai, penurunan pasokan pangan dan energi di pasar global, inflasi tinggi di beberapa negara maju, peningkatan tingkat bunga, hingga penurunan nilai tukar rupiah. 

Namun demikian, Kemenperin yakin Indonesia dapat membalik tantangan-tantangan ini menjadi peluang.

Berbagai peluang inovasi yang bisa dioptimalkan terdapat di setiap rangkaian proses bisnis industri pengolahan daging, seperti optimalisasi layout dan alur proses produksi yang lebih efektif dan efisien, pengembangan dan pemanfaatan teknologi digital untuk merancang ulang proses tradisional, manajemen persediaan stok di gudang, digitalisasi sistem monitoring energi, sistem operasi permesinan, dan lain sebagainya.

Dalam rangka menghadapi semakin cepatnya perkembangan teknologi dari tradisional menuju digitalisasi industri 4.0, diperlukan langkah-langkah strategi adaptif agar industri dapat bertahan serta berkembang lebih baik dan lebih cepat. 

“Industri perlu beradaptasi sesuai dengan lima pilar industri 4.0, yaitu pilar manajemen dan organisasi, SDM dan budaya kerja, teknologi, produk dan layanan, serta sistem operasi di pabrik,” ungkap Putu.

Para pelaku usaha diharapkan dapat melakukan inventarisasi masalah-masalah yang dihadapi industri pengolahan daging beserta masukan solusi terkait masalah tersebut. Diskusi untuk mencari solusi yang inovatif dan kolaboratif juga diperlukan dalam hal ini.

Kemenperin telah menyusun sejumlah kebijakan untuk mendorong pertumbuhan industri pengolahan daging nasional. Di antaranya adalah penyusunan neraca komoditas daging lembu, pembebasan bea masuk mesin untuk pengembangan industri, insentif fiskal seperti super deduction tax untuk penelitian dan pengembangan serta vokasi, serta insentif pajak dalam rangka pemulilhan ekonomi. 

Selain itu, memberikan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk industri terdampak Covid-19, dan menyusun kebijakan tarif melalui instrumen perdagangan dalam skema Free Trade Agreement (FTA).

Selain itu, Kemenperin juga mendorong dan memfasilitasi sertifikasi TKDN untuk peningkatan konsumsi produk dalam negeri melalui belanja pemerintah, serta memberikan instentif nonfiskal seperti penyusunan SNI produk olahan daging, bimbingan teknis, penerapan Industri 4.0, peningkatan kompetensi SDM melalui pelatihan, fasilitasi sertifikasi halal, serta akselerasi dan promosi untuk perluasan pasar dan jaringan bisnis.

“Kemenperin mengundang para stakeholder industri pengolahan daging nasional untuk terus mengembangkan industri ini, mengingat masih besarnya potensi pasar di Indonesia dan global serta memperkuat eksistensi dan daya saing industri pengolahan daging nasional dalam menghadapi persaingan global,” pungkas Putu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi