Konsumsi Masyarakat Belum Pulih ke Era Pra Pandemi, Ekonom: Alarm Bagi Pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia belum kembali ke era pra pandemi Covid-19, atau tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada kuartal I 2024, pertumbuhan konsumsi hanya mencapai 4,9%, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11%. Sementara itu,  pada kuartal II 2024 pertumbuhan konsumsi mencapai 4,9%, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05%.

Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyampaikan, masih rendahnya pertumbuhan konsumsi ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah.


Baca Juga: Konsumsi Rumah Tangga pada Kuartal III Diprediksi Tumbuh Meski Belum Stabil

“Karena 50% lebih, bahkan hampir 60%, bicara ekonomi adalah bicara konsumsi. Ketika konsumsi sudah bermasalah, apalagi di kuartal I dan II ada siklus puasa dan lebaran. Tetapi enggak nendang dan bikin konsumsi jadi 5%, padahal yang mudik banyak dan ada pemilu,” tutur Eko dalam diskusi Publik INDEF ‘Kelas Menengah Turun Kelas,’ Senin (9/9).

“Pasti ada hal besar yang kemudian membuat ini ada masalah, cuma ini enggak diakui pemerintah. Sampai baru terakhir, mereview kelas menengah kita anjlok hampir 10 juta turun kelas,” tambahnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2019 masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta, jumlah tersebut terus menurun dalam lima tahun terakhir, hingga mencapai  47,85 juta pada 2024, atau turun 9,48 juta orang.

Baca Juga: BI: Pendapatan Konsumen Untuk Konsumsi Tercatat Menurun pada Agustus 2024

Menurut Eko, fenomena konsumsi yang rendah ini sebelumnya jarang terjadi sebelum pandemi Covid-19, yang mana pertumbuhan konsumsi tidak jauh dari pertumbuhan ekonomi. Misalnya saja pada 2019, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,2%, sedangkan pertumbuhan konsumsi mencapai 5,1%.

Eko menduga, konsumsi rumah tangga hingga akhir 2024 tidak akan mengalami perbaikan. Kalaupun ada perbaikan, dengan syarat proses pilkada 2024 berjalan dengan lancar, dan PHK tidak kembali marak terjadi.

Faktor lain yang membuat daya beli masyarakat menurun adalah, sistem kebijakan harga yang diatur pemerintah, kata Eko, tidak terkoordinasi dengan baik.

“KRL misalnya dengan gampangnya tiket pakai NIK. Terus soal jualan BBM, karena dana kompensasinya masih diutang  terus, akhirnya keluar wacana pembatasan subsidi, LPG 3 kg dan lainnya. Pemerintah melempar wacana ini ke publik, kalau publik diam, maka jalan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi