KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk mengalihkan kebutuhan Liquefied Natural Gas (LNG) ekspor untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam negeri, menurut Ketua Indonesian Gas Society (IGS) Aris Mulya Azof berpotensi mengerek harga LNG dalam negeri. "Pasti (harga) lebih tinggi, karena ini adalah cargo pengalihan dan spot. Terpaksa, pembeli domestik membeli dengan harga mahal," ungkap Aris saat dihubungi beberapa waktu lalu. Aris menjelaskan, sistem pengalihan volume ekspor untuk kebutuhan domestik akan membuat buyer domestik membeli dengan harga setara ekspor, sehingga akan jauh lebih mahal. Ia juga menyebut, bahwa kedepan, penggunaan LNG akan meningkat seiring turunnya produksi gas pipa. Ditambah, dengan target pembangkit gas dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2035 yang mencapai 10,3 Gigawatt (GW). Baca Juga: PLN EPI Ungkap Masih Tunggu Tambahan 16 Kargo LNG Hingga Akhir Tahun 2025 "Berdasarkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% per tahun, maka ada peningkatan produksi tenaga listrik untuk mengimbangi laju kenaikan permintaan listrik. Kondisi tersebut akan membuat permintaan Gas Bumi domestik meningkat dari tahun ke tahun," tambahnya. Adapun saat ini, sistem pengaturan jadwal ekspor LNG menjadi strategi yang dilakukan Satuan Kerja Khusus Pelaku Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) akibat adanya peningkatan permintaan LNG domestik. Secara kontrak, Aris bilang, strategi ini memang dimungkinkan, namun tetap ada batasnya. "Penangguhan atau penjadwalan bisa dilakukan dengan negosiasi kepada existing buyers. Secara komersial biasanya ada pinalti yang harus ditanggung. Tapi, secara reputasi jangka panjang, bisa membuat LNG Indonesia kurang dipercaya," jelasnya. Potensi Impor LNG di Tengah Peningkatan Permintaan Domestik Ditengah peningkatan permintaan, Aris menyebut, opsi impor LNG bisa dipertimbangkan. "Untuk menurunkan harga adalah dengan impor LNG dari luar negeri secara jangka menengah atau panjang," katanya.
Konsumsi Meningkat, Pengalihan LNG Ekspor untuk Domestik Berpotensi Kerek Harga
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk mengalihkan kebutuhan Liquefied Natural Gas (LNG) ekspor untuk memenuhi kebutuhan domestik dalam negeri, menurut Ketua Indonesian Gas Society (IGS) Aris Mulya Azof berpotensi mengerek harga LNG dalam negeri. "Pasti (harga) lebih tinggi, karena ini adalah cargo pengalihan dan spot. Terpaksa, pembeli domestik membeli dengan harga mahal," ungkap Aris saat dihubungi beberapa waktu lalu. Aris menjelaskan, sistem pengalihan volume ekspor untuk kebutuhan domestik akan membuat buyer domestik membeli dengan harga setara ekspor, sehingga akan jauh lebih mahal. Ia juga menyebut, bahwa kedepan, penggunaan LNG akan meningkat seiring turunnya produksi gas pipa. Ditambah, dengan target pembangkit gas dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2035 yang mencapai 10,3 Gigawatt (GW). Baca Juga: PLN EPI Ungkap Masih Tunggu Tambahan 16 Kargo LNG Hingga Akhir Tahun 2025 "Berdasarkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% per tahun, maka ada peningkatan produksi tenaga listrik untuk mengimbangi laju kenaikan permintaan listrik. Kondisi tersebut akan membuat permintaan Gas Bumi domestik meningkat dari tahun ke tahun," tambahnya. Adapun saat ini, sistem pengaturan jadwal ekspor LNG menjadi strategi yang dilakukan Satuan Kerja Khusus Pelaku Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) akibat adanya peningkatan permintaan LNG domestik. Secara kontrak, Aris bilang, strategi ini memang dimungkinkan, namun tetap ada batasnya. "Penangguhan atau penjadwalan bisa dilakukan dengan negosiasi kepada existing buyers. Secara komersial biasanya ada pinalti yang harus ditanggung. Tapi, secara reputasi jangka panjang, bisa membuat LNG Indonesia kurang dipercaya," jelasnya. Potensi Impor LNG di Tengah Peningkatan Permintaan Domestik Ditengah peningkatan permintaan, Aris menyebut, opsi impor LNG bisa dipertimbangkan. "Untuk menurunkan harga adalah dengan impor LNG dari luar negeri secara jangka menengah atau panjang," katanya.
TAG: