Konsumsi Rumah Tangga Melemah, Penguatan Pasar Domestik Diperlukan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi Indonesia masih tumbuh kuat sebesar 5,72% pada kuartal III di tengah resiko ancaman resesi global. Namun, konsumsi rumah tangga yang menjadi salah satu mesin pendorong ekonomi masih mengalami perlambatan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja seluruh komponen pengeluaran pada kuartal III 2022 naik, kecuali konsumsi rumah tangga yang justru mengalami kontraksi atau turun 0,30%. Hal ini membuat kontribusi komponen konsumsi rumah tangga turun jadi 50,38% dari kuartal II yang tercatat 51,47%.

Praktisi digitalisasi UMKM dan founder IndoSterling Group William Henley mengatakan, postur perekonomian Indonesia yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga menjadi benteng kuat yang melindungi Indonesia dari risiko ancaman resesi global.


Baca Juga: Jokowi: Kinerja Ekspor Berpotensi Menurun pada Tahun 2023

“Market domestik adalah keunggulan utama Indonesia. Karena itu, daya beli harus diperkuat agar mesin konsumsi rumah tangga tetap bergerak dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi,” kata William dalam keterangannya, Kamis (1/12).

Menurut William, penurunan konsumsi rumah tangga erat kaitannya dengan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal September 2022 yang kemudian mendorong inflasi dan menggerus daya beli masyarakat. Sehingga mengendalikan inflasi bahan pangan dan menjaga daya beli masyarakat menjadi tantangan saat ini.

Dia mengatakan, saat ini perlu ada upaya untuk memperkuat pasar domestik, misalnya melalui operasi pasar, serta peningkatan efektivitas penyaluran program bantuan sosial untuk menopang daya beli kelompok masyarakat rentan. “Langkah ini akan bermanfaat juga untuk membantu pelaku usaha, terutama sektor UMKM,” ujarnya.

Data Bank Indonesia (BI) terkait Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per September 2022 sempat turun ke level 117,2 akibat kenaikan harga BBM. Namun kembali merangkak naik menjadi 120,3 pada Oktober 2022 seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM.

Ia menambahkan pemerintah maupun pelaku usaha juga  harus tetap waspada terhadap potensi transmisi ancaman resesi global seperti turunnya permintaan di pasar global yang akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.

Apabila terjadi penurunan tajam, ada potensi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) pada perusahaan berorientasi ekspor. Misalnya di sektor garmen maupun alas kaki yang memiliki karakter padat karya. Dampaknya, bisa meningkatkan angka pengangguran dan ujungnya menggerus daya beli,” terangnya.

Baca Juga: Elon Musk Tuding Kebijakan The Fed Memperbesar Risiko Resesi yang Parah

Willian menilai perlu program yang bisa meringankan dampak transmisi resesi global ke pelaku usaha. Misalnya melalui bantuan subsidi upah untuk perusahaan padat karya. Adapun untuk pelaku usaha mikro kecil, program subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang akan berakhir tahun ini sebaiknya bisa dilanjutkan tahun depan.

“Ini semua merupakan bagian dari upaya memperkuat pasar domestik agar roda perekonomian tahun depan terus berputar kencang,” pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto