Konsumsi Rumah Tangga yang Melemah Butuh Stimulan, Bukan Aneka Kenaikan Pungutan



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Konsumsi rumah tangga sedang dalam tren perlambatan. Hal ini dikhawatirkan bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mencatat, sudah empat kuartal berturut-turut konsumsi rumah tangga tumbuh lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi sejak kuartal IV 2023.

Pada kuartal IV 2023, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,04%, sedangkan pertumbuhan konsumsi hanya 4,47%. Kemudian pada kuartal I 2024 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,11%, namun konsumsi hanya 4,91%.


Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2024 mencapai 5,05%, sementara pertumbuhan konsumsinya hanya 4,93%. Lalu pada kuartal III 2024, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,95%, sedangkan pertumbuhan konsumsi hanya 4,91%.

Melihat kondisi  tersebut, eko mengungkapkan bahwa saat ini konsumsi masyarakat sangat membutuhkan stimulus dari pemerintah, dan bukan dikenakan aneka kenaikan pungutan, seperti PPN naik menjadi 12% ataupun wacana penarikan iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang bakal berlaku mulai 2027.

Baca Juga: PPN 12% Berlaku Awal Tahun 2025, Harga Tiket Pesawat Bakal Naik?

“Sudah empat kuartal pertumbuhan konsumsi lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi. kalau sinyal ini tidak menjadi alarm bagi pengambil kebijakan. Saya ragu, kepada pembuat kebijakan. Bahwa yang dibutuhkan ekonomi hari ini adalah stimulus,” tutur Eko dalam diskusi publik INDEF, Senin (18/11).

Memang Ia mengakui bahwa untuk memberikan stimulus kepada masyarakat dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit.

Namun, apabila pemerintah kesulitan untuk mencari anggaran stimulus tambahan tersebut, setidaknya pemerintah tidak menambah beban kepada masyarakat dengan menaikkan berbagai pungutan.

“Apabila di tengah perlambatan konsumsi, kemudian dipukul dengan pungutan, ya wassalam. Baru mau bangun lagi sudah di tinju lagi,” ungkapnya.

Misalnya saja terkait kebijakan tarif PPN menjadi 12% yang mulai berlaku pada tahun depan. Meski nantinya pemerintah akan memberikan stimulus untuk meredam kenaikan tarif tersebut, Eko justru meragukan stimulus tersebut tidak akan berdampak apa pun untuk menolong daya beli masyarakat yang sedang turun.

“Namun ini menjadi pilihan bagi pemerintah apakah akan memberikan stimulan bagi ruang pertumbuhan konsumsi, atau justru memang pugut saja. Karena ada kebutuhan jangka pendek yaitu anggaran yang harus mencapai target,” tambahnya.

Disamping itu, Eko juga memaklumi bahwa pemerintah harus ekstra kerja keras mencari pundi-pundi anggaran untuk membayar salah satunya utang jatuh tempo yang nilainya besar yakni Rp 800 triliun yang harus dibayarkan pada tahun depan.

Baca Juga: Tarif PPN 12% Berpotensi Memperburuk Tingkat Kemiskinan Hingga Kerek Inflasi

Selanjutnya: Berotot, Rupiah Spot Menguat 0,15% ke Rp 15.851 Per Dolar AS Pada Senin (18/11) Siang

Menarik Dibaca: Katalog Promo Alfamidi Hemat Satu Pekan Periode 18-24 November 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati