Kontrak baru meningkat, cermati rekomendasi saham Wijaya Karya (WIKA)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) berhasil mencatatkan kenaikan kontrak baru hingga kuartal ketiga 2021. Per akhir September 2021, emiten konstruksi ini meraih kontrak baru sebesar Rp 13,16 triliun. Perolehan tersebut naik 92,4% dibandingkan realisasi kuartal III-2020, yang sebesar Rp 6,84 triliun

Analis Panin Sekuritas Restu Pamungkas mengatakan, perolehan tersebut sejatinya masih jauh dari target WIKA karena baru memenuhi 37,6% dari target kontrak baru pada tahun ini. Alhasil, WIKA pun mengubah target kontrak baru untuk tahun ini menjadi Rp 35 triliun, dari sebelumnya Rp 40,1 triliun. 

“Lambatnya perolehan kontrak baru ini terjadi karena tender proyek baru sangat bergantung pada capital expenditure (capex) dari project owner. Pada periode pandemi, bisnis dari project owner banyak yang terdampak, sehingga banyak perusahaan melakukan evaluasi kembali pencairan capex-nya,” kata Restu dalam risetnya pada 2 November.


Selain perolehan kontrak baru yang kurang optimal, Restu menilai, masalah yang harus dihadapi adalah potensi tidak lancarnya arus kas. Salah satu proyek yang dinilai bisa mengganggu arus kas WIKA adalah proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). 

Baca Juga: Punya fundamental kokoh, begini rekomendasi saham Wijaya Karya (WIKA)

Proyek ini merupakan proyek gabungan antara konsorsium BUMN Indonesia (60%) dengan konsorsium China (40%). Adapun, untuk pendanaan proyek ini, berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) (75%) dan ekuitas (25%), dengan total dana investasi sebesar US$ 6,1 miliar. 

Konsorsium Indonesia mendapat kewajiban pemenuhan ekuitas senilai US$ 911 juta, sedangkan konsorsium China US$ 607 juta. Konsorsium BUMN Indonesia diberi nama Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), di mana WIKA menjadi mayoritas, dengan porsi sebesar 38,0%. Sejauh ini dana WIKA yang sudah disetor ke PSBI senilai US$ 324 juta (93,7% dari total investasi). 

Namun, Restu menyebut, sejauh ini ekuitas dari WIKA belum bisa diakui karena permasalahan keuangan yang dialami oleh konsorsium BUMN Indonesia lainnya. Masalah tersebut berupa dana yang disetor ke ekuitas PSBI baru mencapai 66,3% dan sisanya sebesar 33,7% belum dipenuhi.

“Hal ini mengakibatkan pencairan dana dari CDB tertahan, di mana saat ini pencairan dana oleh CDB baru mencapai 75% dari dana yang harus dikeluarkan. Kami melihat, jika base equity belum bisa dipenuhi, hal ini akan mengganggu arus kas perseroan ke depannya,” imbuh Restu.

Terbaru, pemerintah berencana melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk membayar sisa dana ekuitas PSBI yang belum dipenuhi. Rencananya, sisa dana ekuitas akan diberikan melalui PT Kereta Api Indonesia (KAI). 

Menurut Restu, hal tersebut berpotensi untuk mendilusi porsi kepemilikan WIKA sebagai mayoritas pemegang saham KCIC di PSBI saat ini. Dampaknya adalah akan mengganggu arus kas ke depannya, karena porsi investment return yang lebih rendah. 

“Namun di sisi lain, setelah beroperasinya proyek ini, WIKA berpeluang membuka ruang untuk mendivestasikan proyek KCIC dalam jangka panjang,” jelas Restu  

Secara umum, ia melihat, meski kinerja yang masih lemah, prospek WIKA masih tergolong positif. Hal ini didukung oleh komitmen WIKA dalam percepatan collection period, potensi divestasi proyek KCIC dalam jangka panjang, serta kondisi neraca yang solid dengan net gearing ratio berada di 1,37x pada semester I-2021, jauh lebih rendah dari peers yang sebesar 2,11x.

Senada, analis UOB Kay Hian Sekuritas Selvi Ocktaviani dalam risetnya pada 17 September juga menyebut WIKA punya balance sheet yang solid. Apalagi, WIKA juga menargetkan untuk menyehatkan profil utang mereka dari saat ini yang sebesar 60% utang jangka pendek dan 40% utang jangka panjang, menjadi 35% utang jangka pendek dan 65% utang jangka panjang pada akhir 2021. 

Menurut Selvi, profil utang yang baru tersebut akan jauh cocok seiring dengan profil projek WIKA yang jangka panjang. Ia menjelaskan, cara WIKA untuk memperbaiki profil utang tersebut dengan menerbitkan obligasi untuk melakukan refinancing. Sebelumnya, WIKA telah menerbitkan obligasi senilai Rp 2 triliun dan diproyeksikan akan melakukannya lagi pada kuartal IV-2021 ini.

“Secara total, WIKA hanya akan mengambil tambahan utang baru sebesar Rp1,5 miliar, dan diharapkan dapat membayar lebih banyak pinjaman jangka pendek dengan pembayaran proyek yang diterima di kuartal IV-2021. Kami memproyeksikan gross gearing WIKA pada akhir 2021 sebesar 1,5x,” kata Selvi.

Pada tahun ini, Selvi memproyeksikan, pendapatan dan laba bersih WIKA pada tahun ini masing-masing sebesar Rp 18,18 triliun dan Rp 419 miliar. Sementara untuk tahun depan akan sebesar Rp 24,16 triliun dan Rp 796 miliar.

Baik Selvi dan Restu sama-sama merekomendasikan untuk beli saham WIKA dengan target harga Rp 1.400 dan Rp 1.500 per saham.

 
WIKA Chart by TradingView

Selanjutnya: Target operasional Desember 2022, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dikebut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat