JAKARTA. Kehilangan kontrak suplai bijih nikel, tak lantas membuat PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) kelimpungan. Perusahaan pertambangan milik pemerintah ini sudah menyiapkan sumber pasokan bijih nikel baru dari tambangnya sendiri.Menurut Sekretaris Perusahaan Aneka Tambang Bimo Budi Satriyo, Antam berencana menggunakan pasokan dari tambang bijih nikel di Halmahera, Maluku Utara sebagai pemasok bijih nikel saprolit untuk pabrik feronikel di Pomalaa. Tambang di Halmahera itu nantinya akan memasok seluruh kebutuhan pabrik feronikel di Pomalaa yaitu 1,5 juta ton per tahun.Sebelumnya, selama tiga tahun belakangan, Antam mendapat pasokan bijih nikel dari PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) sekitar 1 juta ton per tahun. Namun, kontrak kedua perusahaan yang tertuang dalam Cooperative Resources Agreement (CRA) itu telah berakhir pada 18 Juli lalu. Dan kedua belah pihak tak memperpanjang kontrak yang sudah berlaku selama tiga tahun tersebut.
"Tambang di Maluku Utara itu akan mulai menyumbang pasokan ke pabrik feronikel di Pomalaa pada September mendatang," ungkap Bimo. Kini, pasca kontrak dengan INCO selesai hingga sebelum mendapat pasokan dari tambang Halmahera, ANTM akan menggunakan cadangan bijih nikel yang masih ada guna memenuhi kebutuhan pabrik feronikel di Pomalaa. Selama ini, tambang Maluku Utara milik Antam memproduksi bijih nikel untuk kepentingan ekspor. Kini, Antam sedang berupaya menyiapkan penambangan dan pengapalan bijih nikel saprolit dari tambang itu untuk pabrik feronikel di Pomalaa. Bimo mengungkapkan bahwa Antam berusaha untuk tetap menurunkan biaya tunai produksi feronikelnya dengan menggunakan bijih besi dari tambang sendiri. Namun, ia mengaku, belum bisa mendapat hitungan efisiensi biaya dan produksi yang mampu diperoleh Antam dengan menggunakan pasokan dari tambang sendiri. Yang jelas, Antam tetap menargetkan produksi feronikel tahun 2008 ini sebesar 17.000 ton. "Produksi tetap sama, tak ada masalah," ungkapnya. Sumber KONTAN yang mengetahui tentang proses suplai bijih nikel itu mengungkapkan, bahwa sebetulnya di saat harga nikel rendah, Antam bisa mendapatkan harga yang lebih bagus dari suplai INCO. Begitu juga sebaliknya. Di saat harga nikel tinggi, maka ANTM juga mendapatkan harga bijih nikel yang lebih mahal dengan menggunakan pasokan dari INCO. Sebab, saat harga nikel tinggi, INCO akan menerapkan perbedaan harga hingga 15%. "Jadi tergantung pada harga nikel," tuturnya. Kepala Riset HD Capital Adrian Rusmana melihat, dalam jangka panjang, ANTM akan lebih diuntungkan dengan mendapat pasokan bahan baku dari tambang sendiri. Ia memperkirakan, Antam mampu melakukan efisiensi hingga 20%. Akan tetapi dalam jangka pendek, ANTM justru akan mengalami kekurangan suplai karena suplai dari INCO ke Pomalaa begitu besar. "Untuk mendapat pasokan yang sebesar itu, tidak bisa langsung bila cadangannya nanti habis. Dari Halmahera juga butuh waktu," ungkapnya. Ada Desakan dari Pemerintah
Sumber yang enggan disebutkan namanya itu juga mengungkapkan, pemutusan kontrak antara INCO dan Antam dikarenakan adanya desakan dari pemerintah. Desakan pemerintah itu ditujukan agar INCO segera membangun fasilitas pengolahan nikel. Pasalnya, INCO memang tak boleh menjual nikel dalam bentuk bijih nikel sehingga perusahaan itu harus membuat pabrik pengolahan bijih nikel. Tapi kemudian, ada kesepakatan bahwa INCO boleh menyuplai bijih nikel tanpa diolah, namun hanya ditujukan untuk Antam saja. Sementara itu, Investor Relation INCO Indra Ginting mengaku, pihaknya tidak akan melakukan penambangan lagi di Pomalaa hingga INCO bisa menyelesaikan pembangunan fasilitas pengolahan di kawasan itu. Apalagi berdasarkan kontrak karya dengan pemerintah, INCO hanya bisa menjual bijih nikel itu kepada Aneka Tambang. "Bila kontrak itu habis, ya kami tak perlu melakukan penambangan lagi," tuturnya. Meski demikian, Indra mengaku hal tersebut tak akan berpengaruh signifikan terhadap kinerja INCO. Sebab, pendapatan INCO dari suplai bijih nikel ke Antam tersebut hanyalah US$ 25,6 juta tahun ini. "Itu pun tak masuk dalam pendapatan penjualan kami, tapi hanya di pendapatan lain-lain," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie