JAKARTA. Awan hitam kembali menggelayuti pasar komoditas nikel. Harga logam industri terpukul perlambatan ekonomi China. Mengutip Bloomberg, Selasa (1/9) pukul 14.48 WIB, harga nikel pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange tergerus 3% menjadi US$ 9.760 per metrik ton. Padahal, pekan lalu, nikel sudah sempat melaju 5,73% dari posisi terendah enam tahun. Mayoritas harga logam industri bertumbangan setelah China merilis indeks pertumbuhan manufaktur atau Manufacturing Purchasing Managers' Index (PMI). Indeks bulan Agustus terkontraksi menjadi 49,7, dari sebelumnya mencapai level 50. Ini yang terburuk sejak Agustus 2012. Ibrahim, Analis dan Direktur Equilibrium Komoditi Berjangka, mengatakan, saat ini China menjadi fokus utama pasar. Maklum Negeri Panda merupakan salah satu pengguna terbesar logam industri. Memburuknya data manufaktur mengindikasikan permintaan bakal lesu. Aada kekhawatiran Tiongkok mengalami resesi, sehingga mengancam harga komoditas. Padahal, pertumbuhan ekonomi di China sebenarnya masih cukup positif dengan perkiraan tahun ini sekitar 6,8%-7%.
Kontraksi manufaktur China membanting harga nikel
JAKARTA. Awan hitam kembali menggelayuti pasar komoditas nikel. Harga logam industri terpukul perlambatan ekonomi China. Mengutip Bloomberg, Selasa (1/9) pukul 14.48 WIB, harga nikel pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange tergerus 3% menjadi US$ 9.760 per metrik ton. Padahal, pekan lalu, nikel sudah sempat melaju 5,73% dari posisi terendah enam tahun. Mayoritas harga logam industri bertumbangan setelah China merilis indeks pertumbuhan manufaktur atau Manufacturing Purchasing Managers' Index (PMI). Indeks bulan Agustus terkontraksi menjadi 49,7, dari sebelumnya mencapai level 50. Ini yang terburuk sejak Agustus 2012. Ibrahim, Analis dan Direktur Equilibrium Komoditi Berjangka, mengatakan, saat ini China menjadi fokus utama pasar. Maklum Negeri Panda merupakan salah satu pengguna terbesar logam industri. Memburuknya data manufaktur mengindikasikan permintaan bakal lesu. Aada kekhawatiran Tiongkok mengalami resesi, sehingga mengancam harga komoditas. Padahal, pertumbuhan ekonomi di China sebenarnya masih cukup positif dengan perkiraan tahun ini sekitar 6,8%-7%.