KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (Celios) mengingatkan potensi terjadinya resesi ekonomi Indonesia jika indeks PMI Manufaktur tetap melanjutkan tren kontraksi pada tahun depan. Direktur Celios, Bhima Yudhistira mengatakan penurunan PMI Manufaktur selama lima bulan beruntun di bawah level ekspansi sangat mengkhawatirkan. Menurutnya, situasi tersebut mencerminkan tekanan berat pada sektor manufaktur Indonesia, yang selama ini didorong oleh konsumsi rumah tangga domestik yang cukup dominan.
"Artinya kan manufaktur ini tertekan juga ketika kinerja ekspornya melemah tapi di satu sisi manufaktur yang berorientasi pasar domestik itu terpukul oleh lemahnya sisi daya beli masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (2/12).
Baca Juga: Kenaikan Tarif PPN Jadi 12% Akan Hambat Laju Manufaktur Indonesia Bhima juga mengingatkan industri manufaktur akan semakin tertekan dengan adanya rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. Menurutnya, industri pengolahan harus menyesuaikan biaya produksi agar harga jual produk tetap kompetitif. Namun, hal ini tidak mudah dilakukan, mengingat daya beli konsumen yang terbatas. "Tapi itu kan gak semudah itu sehingga banyak pelaku usaha pastinya juga akan terpukul omsetnya akan turun," katanya. Selain itu, Bhima juga menyoroti potensi dampak negatif yang lebih besar pada tahun 2025, dengan risiko perang dagang dan pelemahan permintaan ekspor yang dapat semakin melemahkan sektor manufaktur. Menurutnya, pada tahun depan, yang bisa diandalkan untuk menopang perekonomian adalah konsumsi rumah tangga. Oleh karena itu, pemerintah harus hati-hati dalam menaikkan tarif PPN karena dampaknya bisa sangat besar pada sektor industri pengolahan, terutama industri FMCG, pakaian jadi, dan alas kaki. Bhima menyebut, jika penurunan PMI manufaktur terus berlanjut, hal ini bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan bahkan resesi ekonomi pada kuartal kedua dan ketiga 2025. Ia menyarankan pemerintah mempertimbangkan kembali rencana menaikkan tarif PPN, mengingat sektor manufaktur berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak. Pasalnya, jika sektor tersebut lemah, maka rasio pajak atau tax ratio juga terancam menurun. "Kalau penurunan PMI manufaktur terus berlanjut, upaya pemerintah untuk mendongkrak rasio pajak terancam gagal karena 30% sumbangan pajak itu dari industri manufaktur," imbuhnya.
Baca Juga: Kontraksi PMI Manufaktur, Kemenperin: Dibutuhkan Kebijakan Pro Industri Sebagai informasi, PMI Manufaktur Indonesia pada November 2024 masih melanjutkan tren kontraksi selama lima bulan beruntun.
Berdasarkan laporan S&P Global, PMI Manufaktur November 2024 tercatat 49,6, naik sedikit jika dibandingkan dengan Oktober 2024 yang hanya 49,2. Hal ini mengindikasikan kondisi operasional sedikit melambat pada periode penurunan saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat