Kontraktor Chevron divonis 5 tahun penjara



JAKARTA. Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri akhirnya dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) tahun 2006-2011. Dalam pembacaan putusan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta tersebut majelis hakim memutuskan untuk mengganjar kontraktor perusahaan minyak itu dengan hukuman pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan.  “Menyatakan terdakwa Ricksy Prematuri  terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata ketua majelis hakim Sudharmawatiningsih di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/5). Dalam uraiannya, terdakwa sebagai bos PT GPI telah membuat kesepakatan kerja sama dengan pihak PT CPI untuk melaksanakan proyek pemulihan tanah terkontaminasi secara bioremediasi di Riau. Padahal menurut hakim, PT GPI tidak mengantongi izin Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mengolah limbah beracun sebagaimana diatur dalam pasal 40 ayat (1) huruf a PP No 18 tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah B3. "Karena PT GPI tidak mempunyai izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) maka perbuatan bekerja sama dengan PT CPI adalah perbuatan melawan hukum," ujar hakim Sudharmawati. Atas proyek tersebut kemudian PT GPI mendapatkan pembayaran dari pihak PT CPI sebesar US $ 3,08 juta dollar. Nilai itu kemudian diyakini hakim sebagai besaran upaya memperkaya diri sendiri, orang lain dan perusahaan yang dilakukan oleh Ricksy. Oleh sebab itu, hakim pun membebankan kewajiban membayar uang pengganti senilai tersebut kepada PT GPI. "Apabila PT Green Planet Indonesia tidak membayar hingga putusan tersebut berkekuatan hukum tetap maka hartanya akan disita untuk negara," tandasnya. Perbedaan Pendapat Hakim Putusan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor malam ini (7/5) itu sayangnya tidak diambil dengan suara bulat. Di antara 3 anggota majelis hakim, hakim Sofie Aldi justru menyatakan bahwa Ricksy tidak melakukan perbuatan melawan hukum dalam proyek bioremidiasi tersebut. Menurutnya yang harusnya memiliki izin untuk pengelolaan limbah dari KLH adalah PT CPI dan hal tersebut sudah terpenuhi. "Sesuai ketentuan setiap usaha yang menghasilkan limbah harus melakukan proses pengolahan limbah," kata Sofie sebagaimana dibacakan hakim Alexander. Namun meski demikian, perbedaan pendapat tersebut tidak mengubah keputusan majelis hakim yang menyatakan Ricksy bersalah. Putusan ini jauh lebih rendah dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu hukuman penjara 12 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.