KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kontraktor jasa pertambangan masih wait and see menyikapi kesepakatan dagang untuk meningkatkan ekspor batubara dari Indonesia ke China. Di tengah tekanan industri batubara seperti sekarang, pelaku usaha jasa pertambangan berharap bisa ikut mencuil cuan dari peluang tersebut. Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) Bambang Tjahjono membeberkan, saat ini sektor jasa pertambangan terdampak pandemi covid-19 seiring dengan penurunan pasar secara global. Efek paling besar terasa pada kontraktor di tambang kecil dan kalori rendah. "Pada tambang besar dan kontraktor besar, yang terasa berat adalah pengelolaan man power, karena harus melakukan lockdown. Tetapi rotasi pada akhirnya tetap harus dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan," sebut Bambang saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (2/12).
Adanya kesepahaman (MoU) antara Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) dengan CCTDA (China Coal Transportation and Distribution) untuk meningkatkan ekspor batubara thermal menjadi prospek positif untuk pemulihan industri pertambangan di tahun depan. Kendati begitu, sentimen positif itu belum secara otomatis berdampak terhadap sektor jasa pertambangan. Pasalnya, masih ada sejumlah kondisi yang harus diamati Apalagi, komitmen antara APBI dan CCTDA masih berupa MoU yang tergantung bagaimana kesepakatan lanjutannya. Baca Juga: Soal smelter tembaga Freeport dan Amman Mineral, begini kata IMA dan AP3I Di luar MoU tersebut, Bambang menjelaskan bahwa ada faktor lain yang mesti diperhatikan, mulai dari faktor global hingga dalam negeri. Seperti relasi China dan Australia dalam perdagangan batubara, sentimen kebijakan Amerika Serikat pasca Pilpres, hingga pemulihan ekonomi global dan kebutuhan pasar terhadap energi.