Kontraktor pertambangan mulai rumahkan pekerja



JAKARTA. Rencana pemerintah menaikkan royalti batubara untuk pengusaha pemegang izin usaha pertambangan (IUP) batubara dan pungutan bea keluar tidak hanya dikeluhkan pengusaha tambang. Ini juga dikeluhkan pengusaha di sektor jasa pertambangan. Apalagi, di sepanjang tahun ini, harga jual batubara masih buram.

Tjahyono Imawan, Ketua Umum Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) mengatakan, sekarang ini, harga jual batubara yang masih rendah telah membuat industri jasa pertambangan mengencangkan ikat pinggang. "Kami mungkin paling belakang terkena imbas penurunan harga. Namun, kami justru paling parah dibandingkan pemegang konsesi," kata dia, Kamis (12/9).

Berdasarkan ketetapan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga batubara acuan (HBA) per September 2013 mencapai US$ 76,89 per ton. Nilai tersebut lebih rendah 10,8% dibandingkan dengan tahun lalu diperiode yang sama sebesar US$ 86,21 per ton.


Menurut Tjahyono, dari puluhan ribu alat berat yang dimiliki industri jasa pertambangan, sebanyak 25% di antaranya kini tidak terpakai lagi alias menganggur. Hal tersebut terjadi lantaran pemilik konsesi pertambangan batubara mulai menurunkan stripping ratio dalam pengupasan lapisan tanah.

Tjahyono menjelaskan, banyak pengusaha tambang, baik pemegang IUP maupun pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang meningkatkan volume produksi tanpa menambah jumlah pengupasan tanahnya. "Ini berdampak pada tidak terpakainya kapasitas alat berat kontraktor," ujarnya.

Yang paling parah, kata Tjahyono, andaikata pengurangan stripping ratio belum efektif dalam efesiensi, pengusaha tambang akan melakukan renegosiasi harga produksi batubara dengan kontraktor. Rata-rata biaya produksi pertambangan batubara mencapai US$ 36 per ton.

Bahkan, apabila kedua langkah efisiensi juga tidak berhasil dilakukan, pengusaha tambang secara otomatis akan menutup sementara aktivitas penambangannya. Jika sudah begini, tentunya sektor jasa akan terkena dampaknya karena harus merumahkan karyawannya ataupun menahan investasi untuk pembelian alat berat.

Tjahyono mengklaim, sekarang ini saja, ribuan karyawan dari 131 perusahaan anggota Aspindo sudah dirumahkan akibat dampak dari rendahnya harga jual batubara. "Posisi industri sektor jasa juga semakin sulit karena pembayaran investasi untuk pengadaan alat berat ke perbankan akan tersendat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan