JAKARTA. Direktur PT Sumigita Jaya (SJ) Herland bin Ompo akhirnya dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) tahun 2006-2011. Putusan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta itu menghukum bos kontraktor perusahaan minyak itu dengan hukuman pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan. “Menyatakan terdakwa Herland bin Ompo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/5). Sebelumnya, Direktur PT Green Planet Indonesia Ricky Prematuri juga sudah divonis untuk kasus yang sama. Majelis hakim menilai, Herland terbukti melanggar ketentuan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke 1 ayat jo pasal 64 KUHP. Menurut majelis, terdakwa sebagai bos PT SJ telah membuat kesepakatan kerja sama dengan pihak PT CPI untuk melaksanakan proyek pemulihan tanah terkontaminasi secara bioremediasi di Riau. Padahal, menurut hakim, PT GPI tidak mengantongi izin Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mengolah limbah beracun sebagaimana diatur dalam pasal 40 ayat (1) huruf a PP No 18 tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah B3. "Karena PT SJ tidak mempunyai ijin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) maka perbuatan bekerja sama dengan PT CPI adalah perbuatan melawan hukum," ujar Hakim Sudharmawatiningsih.Lanjut hakim, atas proyek tersebut kemudian PT SJ mendapatkan pembayaran dari pihak PT CPI sebesar $USD 6,99 juta dollar. Nilai itu kemudian diyakini hakim sebagai besaran upaya memperkaya diri sendiri, orang lain dan kooporasi yang merugikan keuangan negara. Oleh sebab itu, hakim pun membebankan kewajiban membayar uang pengganti senilai tersebut kepada PT SJ."Apabila PT Sumigita Jaya tidak membayar hingga 1 bulan putusan tersebut berkekuatan hukum tetap maka hartanya akan disita untuk negara," tandasnya.Putusan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor juga tidak diambil dengan suara bulat. Dari lima orang anggota majelis hakim, hakim anggota Sofie Aldi justru menyatakan bahwa Herland tidak melakukan perbuatan melawan hukum dalam proyek bioremidiasi tersebut. Menurutnya yang harusnya memiliki izin untuk pengelolaan limbah dari KLH adalah PT CPI dan hal tersebut sudah terpenuhi."Sesuai ketentuan setiap usaha yang menghasilkan limbah harus melakukan proses pengolahan limbah," kata Sofie dalam kesimpulan perbedaan pendapatnya. Namun meski demikian, perbedaan pendapat tersebut juga tidak mengubah keputusan majelis hakim yang menyatakan Harland bersalah. Putusan ini jauh lebih rendah dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kontraktor PT Chevron divonis 6 tahun penjara
JAKARTA. Direktur PT Sumigita Jaya (SJ) Herland bin Ompo akhirnya dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) tahun 2006-2011. Putusan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta itu menghukum bos kontraktor perusahaan minyak itu dengan hukuman pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan. “Menyatakan terdakwa Herland bin Ompo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/5). Sebelumnya, Direktur PT Green Planet Indonesia Ricky Prematuri juga sudah divonis untuk kasus yang sama. Majelis hakim menilai, Herland terbukti melanggar ketentuan dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke 1 ayat jo pasal 64 KUHP. Menurut majelis, terdakwa sebagai bos PT SJ telah membuat kesepakatan kerja sama dengan pihak PT CPI untuk melaksanakan proyek pemulihan tanah terkontaminasi secara bioremediasi di Riau. Padahal, menurut hakim, PT GPI tidak mengantongi izin Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mengolah limbah beracun sebagaimana diatur dalam pasal 40 ayat (1) huruf a PP No 18 tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah B3. "Karena PT SJ tidak mempunyai ijin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) maka perbuatan bekerja sama dengan PT CPI adalah perbuatan melawan hukum," ujar Hakim Sudharmawatiningsih.Lanjut hakim, atas proyek tersebut kemudian PT SJ mendapatkan pembayaran dari pihak PT CPI sebesar $USD 6,99 juta dollar. Nilai itu kemudian diyakini hakim sebagai besaran upaya memperkaya diri sendiri, orang lain dan kooporasi yang merugikan keuangan negara. Oleh sebab itu, hakim pun membebankan kewajiban membayar uang pengganti senilai tersebut kepada PT SJ."Apabila PT Sumigita Jaya tidak membayar hingga 1 bulan putusan tersebut berkekuatan hukum tetap maka hartanya akan disita untuk negara," tandasnya.Putusan yang dibacakan di Pengadilan Tipikor juga tidak diambil dengan suara bulat. Dari lima orang anggota majelis hakim, hakim anggota Sofie Aldi justru menyatakan bahwa Herland tidak melakukan perbuatan melawan hukum dalam proyek bioremidiasi tersebut. Menurutnya yang harusnya memiliki izin untuk pengelolaan limbah dari KLH adalah PT CPI dan hal tersebut sudah terpenuhi."Sesuai ketentuan setiap usaha yang menghasilkan limbah harus melakukan proses pengolahan limbah," kata Sofie dalam kesimpulan perbedaan pendapatnya. Namun meski demikian, perbedaan pendapat tersebut juga tidak mengubah keputusan majelis hakim yang menyatakan Harland bersalah. Putusan ini jauh lebih rendah dari pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News