Kontraktor tambang kecil relatif lebih mudah terdampak efek penurunan harga batubara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penurunan harga batubara yang terjadi di masa pandemi Corona dinilai bisa berpengaruh terhadap kelangsungan kontrak jasa pertambangan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) Bambang Tjahjono mengatakan, pengaruh penurunan harga batubara terhadap industri jasa pertambangan pada dasarnya tergantung dari ukuran tambang dan kontraktor tambang itu sendiri.

Biasanya, perusahaan-perusahaan kontraktor tambang besar yang punya kontrak jasa pertambangan jangka panjang relatif tidak mudah terpengaruh oleh efek tren penurunan harga batubara. Pengaruh baru langsung terasa pada kontraktor kecil yang menangani kontrak-kontrak kecil.

Baca Juga: Proyek PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 milik Bukit Asam (PTBA) sudah mencapai 48%

“Sudah ada yang mengeluh soal dampak harga batubara. Biasanya dari kontraktor kecil atau tambang kecil,” kata dia kepada Kontan, Kamis (16/7).

Jika memang terdampak, pelanggan para kontraktor tambang kecil tersebut akan mulai mengajukan renegosiasi kontrak tambang yang dapat berpengaruh pada tarif jasa pertambangan itu sendiri.

Sayangnya, Bambang belum bisa membeberkan secara rinci berapa perubahan kontrak atau tarif jasa pertambangan tersebut. Termasuk nama-nama perusahaan kontraktor tambang yang menyampaikan keluhan karena bisnisnya terpapar penurunan harga batubara.

Kini, Aspindo masih memonitor sejumlah tantangan bisnis yang dialami oleh perusahaan-perusahaan jasa pertambangan. Yang terang, Bambang menilai bahwa masalah demikian tak hanya terjadi pada kontraktor tambang batubara, melainkan juga tambang mineral.

Dia pun berujar, secara umum bisnis jasa pertambangan batubara memang mengalami tekanan. Selain diterpa tren penurunan harga batubara, perusahaan jasa pertambangan juga menghadapi tantangan pandemi Covid-19. Selama masa pandemi, aktivitas pertambangan berlangsung lebih terbatas.

Baca Juga: Dalam waktu tiga tahun, pembangkit listrik diesel akan dimusnahkan

“Operasional umumnya masih berlangsung, tapi para karyawan tidak bisa keluar wilayah tambang. Harus menunggu beberapa bulan sebelum pergantian dengan karyawan lainnya,” ungkap Bambang.

Kondisi makin pelik lantaran mobilisasi masyarakat sekarang lebih terbatas. Ada sejumlah persyaratan tertentu yang mesti dipenuhi, seperti kewajiban tes rapid maupun tes swab PCR. “Biaya pengeluaran jadi membengkak karena harus ada tambahan untuk penanganan Covid-19,” sambung dia.

Dengan adanya berbagai tantangan bisnis, Bambang menyebut perusahaan-perusahaan jasa pertambangan cenderung untuk menahan investasi di tahun ini, seperti membeli atau mengganti alat-alat berat untuk kebutuhan operasional. Efisiensi di segala lini juga dilakukan agar kinerja perusahaan jasa pertambangan bisa bertahan di tengah ketidakpastian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .