JAKARTA. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) harus kerja ekstra keras tahun depan. Beban utang perusahaan yang cukup besar sulit diimbangi dengan pertumbuhan keuntungan perusahaan. Maklum, kongsi BTEL dengan Sampoerna Telekom Indonesia (STI) belum berdampak secara finansial dalam waktu dekat. Manajemen mengaku, sinergi dengan STI belum tuntas sepenuhnya, dan baru akan berdampak ke kinerja BTEL dalam jangka panjang. Padahal sebelumnya, BTEL menginginkan STI bisa mengerek kinerja perseroan di tahun ini.Jastiro Abi, Wakil Direktur Utama BTEL mengklaim, meski belum berdampak signifikan terhadap kinerja, akuisisi STI tidak akan menambah beban utang BTEL. Pasalnya, BTEL dan STI sudah bersinergi agar tidak terjadi overlap. Dengan kata lain, cakupan jaringan STI akan melengkapi jaringan BTEL. Sinergi itu akan membuat kebutuhan investasi BTEL di bidang layanan data semakin berkurang. Jadi, BTEL tidak perlu menarik pinjaman atau berhutang lagi untuk mendapatkan dana dalam melanjutkan ekspansi ini. "STI lumayan bisa mengurangi beban hutang kami. Kami tidak perlu melakukan investasi, sebab daerah yang disasar beda. STI lebih fokus merambah ke daerah dan jaringan BTEL saat ini lebih ke kota," ujar dia di Jakarta, Selasa (18/30). Sekedar mengingatkan, BTEL mengakuisisi 35% saham STI dengan opsi menjadi pemilik mayoritas dalam waktu tiga tahun.Jastiro mengatakan, BTEL tidak memiliki strategi khusus untuk mengurangi beban utang selain dengan menggenjot profitabilitas. Namun seperti diketahui, rapor BTEL masih merah, dengan kerugian bersih sepanjang Kuartal III 2012 mencapai Rp 988,31 miliar. Jumlah kerugian ini membengkak hampir dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 498,48 miliar. Pendapatan bersih juga turun dari Rp 1,97 triliun menjadi hanya Rp 1,77 triliun. Kerugian itu karena beban BTEL terus meningkat. Per kuartal III 2012, beban keuangan BTEL tercatat Rp 630,8 miliar. Jastiro enggan berkomentar mengenai target pendapatan tahun depan. Namun Jastiro mengklaim, sudah mulai mengurangi utang tahun ini. BTEL pada 4 September sudah membayar obligasi sebesar Rp 650 miliar. BTEL mendapatkan dana untuk membayar utang berasal dari pinjaman konsorsium yang difasilitasi oleh Credit Suisse senilai US$ 50 juta. Sebenarnya utang Credit Suisse itu baru akan jatuh tempo pada 2014 mendatang. Sehingga, tahun ini BTEL masih lebih leluasa menggunakan dananya untuk ekspansi. "Utang kami tahun ini paling tidak sudah berkurang 30%. Obligasi sudah dibayarkan dan pinjaman Credit Suisse jatuh tempo pada 2014, jadi kami belum pikirkan soal itu," ujar dia. Namun, Jastiro memberi sinyal akan melunasi utang Credit Suisse dari kas internal. Hingga September, debt to equity ratio (DER)perseroan tercatat 1,36 kali. BTEL pun belum berencana melakukan refinancing terhadap utang yang ditanggungnya pada tahun depan. Soalnya, tahun depan BTEL ingin fokus menggunakan dananya untuk ekspansi bisnis. BTEL menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) 2013 sebesar US$ 30 juta untuk mengambangkan bisnis layanan data, khususnya data EVDO, dan Esia Max-D. Jastiro bilang, dana belanja modal sebagian besar akan berasal dari kas internal. "Sampai 60% dari kas internal dan sisanya dari pinjaman vendor. Saat ini, kontribusi produk data BTEL baru sebesar 3% terhadap pendapatan. Jastiro berharap kontribusi layanan data bisa naik menjadi 8%-10%. Pada perdagangan Selasa (18/12) saham BTEL masih mandek di level Rp 50 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Kontribusi akuisisi STI belum terasa pada BTEL
Oleh: Narita Indrastiti
Rabu, 19 Desember 2012 06:08 WIB