JAKARTA. Sebentar lagi, investor dan manajer Investasi reksadana bisa menarik napas lega. Sebab, kontroversi pajak final bunga obligasi reksadana bakal segera tamat. Tak lama lagi, peraturan pemerintah (PP) tentang Pajak Penghasilan Bunga Obligasi akan terbit. Beleid ini antara lain akan mengatur detail tarif pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi di reksadana. Dalam Rancangan PP (RPP) yang KONTAN peroleh, reksadana baru akan kena pajak bunga obligasi pada 2011. Jadi, pendapatan bunga obligasi reksadana tahun ini dan 2010 masih bebas pajak. Mulai 2011 sampai 2013, bunga obligasi di reksadana kena pajak 5%. Baru pada 2014 dan seterusnya, pendapatan bunga obligasi reksadana terkena pajak final 15%. Parto Kawito, Direktur Infovesta menyambut baik berita gembira ini. Sebab, selama ini, kesimpangsiuran tentang aturan itu telah membuat investor reksadana bersikap wait and see. "Ini bisa menjadi sentimen positif, khususnya bagi reksadana terproteksi," ujar Parto, kemarin. Selama ini, PP No 6/2002 tentang PPh Atas Bunga dan Diskonto Obligasi membebaskan bunga obligasi di reksadana dari pajak. Sempat muncul spekulasi, insentif bebas pajak ini habis seiring keluarnya Undang-Undang Nomor 36/2008 tentang PPh. Sebab, menurut UU ini, seluruh pendapatan bunga obligasi, termasuk di reksadana, terkena pajak mulai 1 Januari 2009. Masalahnya, belum ada beleid yang mengatur pungutan pajak itu. Beberapa bank kustodian memilih mulai memotong 20% pendapatan bunga obligasi reksadana. Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution mencoba menenangkan. "Selama belum terbit aturan baru, semuanya berjalan seperti yang berlaku sekarang," ujarnya, akhir pekan lalu. Selain aturan untuk reksadana, pemerintah juga akan mengubah aturan pajak bunga obligasi bagi investor dalam negeri yang berbentuk usaha tetap. Pada aturan lama, mereka harus membayar pajak final 20%. Nah, dalam RPP ini, pajak bagi investor obligasi lokal turun menjadi 15%. Tapi, investor asing tetap membayar pajak final 20%. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kontroversi Pajak Final Bunga Obligasi Bakal Segera Berakhir
JAKARTA. Sebentar lagi, investor dan manajer Investasi reksadana bisa menarik napas lega. Sebab, kontroversi pajak final bunga obligasi reksadana bakal segera tamat. Tak lama lagi, peraturan pemerintah (PP) tentang Pajak Penghasilan Bunga Obligasi akan terbit. Beleid ini antara lain akan mengatur detail tarif pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi di reksadana. Dalam Rancangan PP (RPP) yang KONTAN peroleh, reksadana baru akan kena pajak bunga obligasi pada 2011. Jadi, pendapatan bunga obligasi reksadana tahun ini dan 2010 masih bebas pajak. Mulai 2011 sampai 2013, bunga obligasi di reksadana kena pajak 5%. Baru pada 2014 dan seterusnya, pendapatan bunga obligasi reksadana terkena pajak final 15%. Parto Kawito, Direktur Infovesta menyambut baik berita gembira ini. Sebab, selama ini, kesimpangsiuran tentang aturan itu telah membuat investor reksadana bersikap wait and see. "Ini bisa menjadi sentimen positif, khususnya bagi reksadana terproteksi," ujar Parto, kemarin. Selama ini, PP No 6/2002 tentang PPh Atas Bunga dan Diskonto Obligasi membebaskan bunga obligasi di reksadana dari pajak. Sempat muncul spekulasi, insentif bebas pajak ini habis seiring keluarnya Undang-Undang Nomor 36/2008 tentang PPh. Sebab, menurut UU ini, seluruh pendapatan bunga obligasi, termasuk di reksadana, terkena pajak mulai 1 Januari 2009. Masalahnya, belum ada beleid yang mengatur pungutan pajak itu. Beberapa bank kustodian memilih mulai memotong 20% pendapatan bunga obligasi reksadana. Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution mencoba menenangkan. "Selama belum terbit aturan baru, semuanya berjalan seperti yang berlaku sekarang," ujarnya, akhir pekan lalu. Selain aturan untuk reksadana, pemerintah juga akan mengubah aturan pajak bunga obligasi bagi investor dalam negeri yang berbentuk usaha tetap. Pada aturan lama, mereka harus membayar pajak final 20%. Nah, dalam RPP ini, pajak bagi investor obligasi lokal turun menjadi 15%. Tapi, investor asing tetap membayar pajak final 20%. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News