Konversi devisa, pengusaha keluhkan mekanisme swap yang tak menguntungkan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat, devisa hasil ekspor (DHE) yang masuk ke Indonesia hingga saat ini baru sekitar 80%-81%. Bahkan dari angka tersebut, baru 15,1% yang dikonversi ke rupiah per April 2018.

Hal ini membuat risau lantaran devisa seperti mengalami kebocoran akibat tak dikonversikan ke rupiah. Terlebih di saat nilai tukar rupiah melemah akibat tekanan dari global.

Anne Patricia Sutanto, Wakil Presiden Direktur PT Pan Brohters Tbk mengatakan, untuk mengonversikan dollar ke rupiah, dunia usaha khususnya yang importir sekaligus eksportir masih merasa skemanya kurang menguntungkan. Sebab, ada witholding tax yang diterapkan untuk laba ditahan.


“Intinya kami minta tidak dirugikan. Saat kami simpan, jangan ada biaya lagi. Misal kami jual di level 14.450 per dollar AS, kemudian tiga hari lagi rupiahnya plus 20 poin. Itu ada withholding tax,” ujar Anne di Hotel Millenium, Jakarta, Rabu (8/8).

Soal swap rate-nya sendiri, Anne mengatakan, hal ini memang tidak bisa terlepas dari harga pasar dan erat hubungannya dengan suku bunga acuan. “Murah mahalnya tergantung diferensiasi rate. Tergatung dari perbedaan itu. Sebenarnya yang bikin biaya adalah perbedaanya dan karena ada witholding tax,” ucapnya

Ia menambahkan, ini juga tergantung seberapa gigih perusahaan nego dengan tresuri. Karena kalau tidak gigih, rate yang didapat bisa lebih dari 5% atau rate yang ditetapkan BI. “Bisa 7% bahkan,” kata Anne.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat