KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program konversi kompor Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi diusulkan menjadi program nasional. Praktisi energi Dina Nurul Fitria mengatakan, langkah konversi kompor LPG ini bisa memangkas pengeluaran anggaran negara. Ia pun mengapresiasi komitmen pemerintah dalam transisi dai energi fosil ke energi yang lebih bersih. Menurutnya, konversi LPG ke kompor induksi merupakan langkah tepat untuk mengurangi impor gas.
"Kalau kita menggunakan data, maka akan lebih efektif sekiranya transisi energi dari LPG ke kompor listrik ini menyasar ke golongan rumah tangga dari menengah ke bawah. Tentu dalam hal ini, data juga mesti tepat, mengingat selama ini narasi yang berkembang bahwa subsidi energi yang tidak tepat sasaran," kata Dina dalam keterangan resmi, Kamis (21/7).
Baca Juga: Dirut Pertamina: Harga Keekonomian BBM dan LPG Meningkat Tajam Asal tahu saja, saat ini subsidi LPG masih dilakukan secara terbuka. Untuk tahun ini, pemerintah menyiapkan alokasi awal belanja subsidi dan kompensasi sebesar Rp 152,5 triliun, sementara dengan penyesuaian kebutuhan subsidi energi dan kompensasi 2022 mencapai Rp 502,4 triliun. Dina mengatakan, dengan menggunakan basis data PLN, yang selama ini menyalurkan subsidi listrik, efektivitas subsidi dapat lebih tepat sasaran. Sama seperti konversi terdahulu, pemerintah dapat memberikan paket kompor listrik kepada masyarakat dengan tetap menyesuaikan daya pemakaian energinya. “Jadi bantuan tidak hanya kepada harga listriknya, tapi infrastrukturnya yakni kompor listrik. Strategi ini lebih tepat sasaran karena menyasar rumah tangga langsung," kata Dina. Dina mengatakan, untuk menyukseskan program ini, sebaiknya pemerintah menyusun strategi dengan penajaman data penyebaran subsidi dan tidak mengganggu program lain. Menurutnya, waktu 7-9 bulan dapat dilakukan sebagai bagian dari sosialisasi dan adaptasi masyarakat menggunakan kompor listrik.
Tidak hanya menyasar rumah tangga, sosialisasi konversi kompor induksi dapat dilakukan kepada pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Keberhasilan mengubah kebiasaan UMKM dianggap cara jitu untuk menularkannya ke rumah tangga. "Ini tidak bisa instan, tidak bisa radikal, kita kasih waktu masyarakat belajar 7-9 bulan sebagai masa transisi. Di sisi lain, upaya meningkatkan penerapan subsidi tepat sasaran juga terus dilakukan," kata Dina.
Baca Juga: Demi Kuota Subsidi Tak Jebol, Penyaluran BBM Subsidi Mesti Dibatasi Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat