KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pemegang polis dari beberapa perusahaan asuransi terkemuka yang tergabung dalam Komunitas Korban Asuransi ini mengeluhkan praktik pemasaran yang sengaja mengarah kepada
mis-selling dan mencurangi calon nasabah. Melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Komunitas Asuransi Unitlink yang berasal dari sejumlah perusahaan asuransi seperti Prudential, AIA dan AXA Mandiri mengatakan agar permasalahan dan jeritan masyarakat dari korban asuransi unitlink ini tak hanya sekadar didengar oleh para wakil rakyat yang ada di DPR. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta untuk membenahi dan merespons keluhan masyarakat yang telah menjadi korban kejahatan asuransi unitlink.
Maria Trihartati, koordinator korban Asuransi Unitlink Indonesia mengungkapkan, penutupan sekitar 3 juta polis asuransi selama masa pandemi Covid-19 sudah seharusnya menjadi sinyal agar Pemerintah, (DPR dan terutama OJK) mengambil peran aktif untuk melindungi masyarakat.
Baca Juga: Pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera melakukan aksi damai di OJK "Kami mendesak agar dibantu penyelesaian masalah ini. Kami tidak minta uang diganti oleh para anggota DPR dan OJK tetapi kami minta kepada DPR dan OJK untuk mendesak semua perusahaan asuransi beserta bank tempat penjualan produk asuransi untuk bertanggung jawab atas semua yang terjadi," kata Maria, saat menyampaikan aspirasinya pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (6/12). Maria menegaskan indikasi kejahatan korporasi asuransi berkedok investasi sudah dilakukan sejak awal. Ia mengatakan ada niat dari perusahaan asuransi untuk mencari keuntungan dengan cara penjualan yang tidak jujur (penyembunyian fakta yang seharusnya disampaikan secara transparan kepada calon konsumen). Ini juga bisa dilihat dari penjualan secara MLM yang hanya menekankan untuk mendapatkan sebanyak mungkin mendapat nasabah. Dalam proses rekrutmen agen asuransi yang dilakukan tanpa ada syarat, (dan juga dalam proses pendidikan/pelatihan para calon agen di kelas-kelas, mengutamakan komisi dan komisi, bukan bagaimana menggali kebutuhan konsumen dan menolong konsumen memperoleh produk yang sesuai), kata Maria, menjadi salah satu masalah utama di lapangan. Maria menyarankan, seharusnya di dalam proses rekrutmen agen ini memiliki jenjang pendidikan (memadai, agar calon agen dapat memahami dengan benar konten pendidikan dan pelatihan yang diberikan).
Baca Juga: OJK jatuhkan sanksi pembatasan kegiatan usaha WanaArtha Life Kemudian agar pemasaran produk unt link ini tidak dijual kepada seluruh lapisan masyarakat, melainkan dibatasi kepada mereka yang telah memahami dunia investasi dan pasar modal, serta seluk beluk kondisi persyaratan kondisi pertanggungan (asuransi). Maria yang menjadi korban asuransi AIA, Prudential dan AA Mandiri menjelaskan produk unitlink ini merupakan produk rumit. Alasannya, kata dia, produk asuransi ini dicampur investasi,dimana biaya yang dibebankan kepada nasabah sangat banyak, mulai dari biaya akusisi, cetak polis, switching, manajer investasi, asuransi, administrasi, tarik tunai, cuti premi, tutup polis, serta semua risiko investasi. ”Masalah itu menjadi muncul karena semua biaya itu yang menanggung adalah nasabah. Bukankah ini sangat menguntungkan perusahaan?” tanya Maria.
Editor: Noverius Laoli