SIDOARJO. Wajah Abdul Rosyid (53) tak seceria warga korban lumpur lainnya yang sedang melakukan validasi dokumen di Pendopo Sidoarjo pada Selasa (14/7) kemarin. Bapak tiga anak ini bahkan belum merencanakan untuk apa uang sisa ganti kerugian sebesar Rp 27 juta yang didapatnya nanti. Warga Desa Renokenongo, Kecamatan Porong yang kini pindah ke Desa Kelurak, Kecamatan Candi, Sidoarjo itu masih menyimpan rasa kecewa kepada PT Lapindo Brantas. Sebab, dia merasa uang ganti kerugian tidak dapat dipakai untuk membeli apapun. Rumah yang ditempati Rosyid juga sebagian besar didapat dari usahanya sendiri, dan menjual perhiasan istrinya. "Mana bisa jadi sesuatu kalau bayarnya diangsur setiap bulan Rp 5 juta, itu pun waktunya tidak pasti. Akhir-akhir ini sudah dua tahun lebih tidak dibayar," kata pengusaha keranjang ikan ini.
Total ganti kerugian untuk Rosyid dari rumah dan pekarangannya yang terpendam lumpur sejak sembilan tahun silam sebesar Rp 120 juta. Selama sembilan tahun, PT Lapindo Brantas melalui anak perusahaan juru bayar PT Minarak Lapindo Jaya mengangsur sisa ganti kerugian sebesar Rp 5 juta setiap bulannya, itupun tidak rutin. "Uang hanya Rp 5 juta per bulan ya habis untuk kebutuhan rumah tangga dan biaya sekolah anak, tidak bisa jadi apa-apa," kata dia. Adapun yang dia sesali, aset rumah dan pekarangan miliknya yang senilai Rp 120 juta, kini tinggal Rp 27 juta. Uang sebesar itu dinilainya tidak cukup untuk membeli rumah atau aset lainnya. Rosyid berandai-andai, jika pelunasan rutin dibayar setiap bulan, pasti masih bisa dikumpulkan dan diwujudkan menjadi aset. Dia hanya berharap, setelah PT Lapindo Brantas memperoleh dana talangan, tidak ada alasan lagi bagi perusahaan itu untuk mencicil sisanya. "Ya harus dibayar langsung, jangan dicicil lagi, Wong sudah dipinjami uang pemerintah," jelas Rosyid yang saat itu datang ke pendopo didampingi kakaknya, Sudayat.