Korban virus corona melejit, gereja terbesar Singapura beri pelayanan online



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Sebuah gereja di Singapura dengan jemaat mencapai 16.000 orang akan berhenti mengadakan layanan konvensional pada akhir pekan ini.

Melansir Reuters, langkah itu diambil seiring meningkatnya jumlah kasus virus corona di Singapura. Sebagai gantinya, gereja ini akan menyiarkan khotbah secara langsung dan online.

Keputusan yang diambil oleh City Harvest Church, salah satu gereja paling menguntungkan di Asia yang telah terperosok dalam skandal korupsi dalam beberapa tahun terakhir, muncul setelah Singapura melaporkan lompatan terbesar dalam kasus virus corona pada hari Kamis, dari sebelumnya 50 menjadi 58 orang. Bahkan beberapa kelompok terkait dengan adanya pertemuan gereja.


Baca Juga: Indonesia negatif virus corona, benarkah gara-gara cuaca dan matahari?

"Kepemimpinan gereja telah mempertimbangkan apa hal yang paling bijaksana dan paling bertanggung jawab untuk dilakukan bagi gereja kami mengingat meningkatnya jumlah kasus COVID-19 dalam seminggu terakhir ini," kata Pendeta Ho Yeow Sun dalam video Facebook yang merujuk pada penyakit dengan nama teknisnya, kepada Reuters.

“Ini adalah tindakan sementara. Saya menantikan hari ketika situasi stabil dan kita semua bisa kembali bersama untuk melakukan pelayanan lagi.”

Baca Juga: Tangani mahasiswa terduga virus corona, dokter spesialis didatangkan dari Ambon

Beberapa kelompok agama telah membatalkan kegiatan di seluruh Singapura. Sementara, pemerintah Negeri Merlion itu telah menyarankan parabisnis untuk menunda atau membatalkan semua acara skala besar yang tidak penting.

Pihak berwenang telah berusaha menenangkan kegelisahan masyarakat setelah mereka meningkatkan tingkat kewaspadaan terkait virus pada pekan lalu dan memicu pembelian barang-barang seperti beras dan kertas toilet.

Baca Juga: Menkes ungkap penyebab belum bisa evakuasi ribuan WNI di China

Wabah ini telah menghidupkan kembali ingatan tentang wabah Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS) pada tahun 2003 yang menewaskan lebih dari 30 orang di Singapura dan hampir 800 di seluruh dunia.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie