Korea Utara: Amerika menciptakan cara untuk mengguncang kami



KONTAN.CO.ID - SEOUL. Korea Utara menuduh Amerika Serikat (AS) melakukan taktik kotor, setelah Washington memperbarui tuduhannya bulan lalu bahwa Pyongyang bertanggungjawab atas serangan siber yang berbahaya.

Itu adalah yang terakhir dari serangkaian tudingan yang menggarisbawahi gesekan antara kedua negara, pasca pembicaraan denuklirisasi Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un terhenti akhir tahun lalu.

"Kami ingin menjelaskan, negara kami tidak ada hubungannya dengan apa yang Amerika sebut dan bicarakan sebagai ancaman dunia maya," kata Kementerian Luar Negeri Korea Utara dalam pernyataannya, Jumat (29/5), seperti dikutip Reuters.


Baca Juga: Pentagon: Pasukan nuklir AS siap hadapi semua musuh termasuk Korea Utara

Pyongyang mengatakan, Washington sedang mencoba menggunakan tuduhan tersebut sebagai pengungkit tudingan soal rudal nuklir dan hak asasi manusia serta pendanaan terorisme juga pencucian uang.

"Tujuannya adalah, untuk mencoreng citra negara kami dan menciptakan cara untuk mengguncang kami," ujar Kementerian Luar Negeri Korea Utara.

Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan, dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS bersama FBI mengeluarkan peringatan baru bulan lalu, tentang ancaman peretas Korea Utara yang meminta perhatian khusus pada layanan keuangan.

Baca Juga: Kim Jong Un muncul, pasukan bersenjata strategis Korea Utara siaga tinggi

Korea Utara dituduh berada di belakang kampanye pencurian digital yang ambisius selama bertahun-tahun, termasuk menyedot uang tunai dari ATM, mencuri dari bank-bank besar, memeras pengguna komputer di seluruh dunia, dan membajak pertukaran mata uang digital.

Sejak 2006, Korea Utara mendapat sanksi dari PBB yang diperkuat oleh Dewan Keamanan dalam upaya untuk memotong dana untuk program nuklir dan rudal balistik Pyongyang.

Pekan ini, Departemen Kehakiman AS menuduh bank negara itu menghindari sanksi hukum dari negeri uak Sam, dan menuding 28 warga Korea Utara dan lima warga China atas pelanggaran sanksi.

Editor: S.S. Kurniawan