KONTAN.CO.ID - PYONGYANG. Seperti yang diketahui, Korea Utara telah lama menderita kerawanan pangan. Kondisi tersebut kini lebih diperburuk oleh bencana alam, sanksi internasional, dan COVID-19. Meski negara berpenduduk sekitar 26 juta orang itu belum melaporkan satu pun kasus virus corona, namun pemerintah setempat melakukan penguncian dengan membatasi pergerakan barang ke perbatasannya. Melansir Yahoo News yang mengutip Next Shark, ketika situasinya semakin parah, Korea Utara dilaporkan dipaksa untuk membuka diri. Badan-badan PBB mengatakan negara itu baru-baru ini mengizinkan pengiriman bantuan. Di sisi lain, mengutip Reuters, perdagangan dengan China masih menunjukkan peningkatan yang lambat.
Namun, Korea Utara kini berada dalam situasi darurat. Informasi yang berasal dari badan intelijen Korea Selatan menunjukkan, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un telah memerintahkan setiap butir beras untuk diamankan sambil menyerukan upaya penuh diarahkan pada pertanian. Di tengah krisis, warga Korea Utara dilaporkan diminta untuk “mengencangkan ikat pinggang mereka” hingga setidaknya tahun 2025. Beberapa pihak meyakini hal itu adalah panggilan untuk mati kelaparan. Baca Juga: Rusia dan China kembali menyerukan agar sanksi PBB terhadap Korea Utara dicabut “Ketika pihak berwenang memberi tahu mereka bahwa mereka perlu menghemat dan mengonsumsi lebih sedikit makanan hingga tahun 2025, mereka tidak dapat berbuat apa-apa selain merasa sangat putus asa,” seorang penduduk dari kota Sinuiju, yang berbatasan dengan Dandong China, mengatakan kepada RFA. “Beberapa penduduk mengatakan bahwa situasinya saat ini sangat serius sehingga mereka tidak tahu apakah mereka dapat bertahan hidup di musim dingin yang akan datang. Mereka mengatakan pemerintah menyuruh mereka menanggung kesulitan sampai tahun 2025 sama dengan menyuruh kita mati kelaparan,” tambahnya. Krisis dilaporkan telah menyebabkan ketidakpercayaan dan kebencian yang merajalela terhadap pihak berwenang. Baca Juga: Seoul dan Washington Latihan Udara Bersama di Tengah Ketegangan Tes Rudal Pyongyang