Korea Utara dilaporkan punya kamp khusus corona, 50.000 orang diperkirakan tewas



KONTAN.CO.ID - Pyongyang. Kantor berita yang fokus pada kabar Korea Utara namun berbasis di Korea Selatan, Daily NK, melaporkan bahwa lebih dari 50.000 orang telah tewas dalam fasilitas karantina Covid-19 rahasia di Korea Utara.

Daily NK dijalankan oleh para pembelot Korea Utara yang sangat kritis terhadap pemerintahan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sebagaimana dilansir dari The Washington Times. Kantor berita tersebut juga menyebutkan bahwa di antara korban yang tewas tersebut, sebanyak 4.200 di antaranya merupakan personel angkatan bersenjata Korea Utara.

Daily NK mengeklaim laporannya tersebut bersumber dari para pejabat militer di Korea Utara. Laporan Daily NK tersebut dipublikasikan pada Jumat (4/12/2020) pekan lalu.


Kendati demikian, The Washington Times tidak dapat memverifikasi laporan Daily NK tersebut. Di sisi lain, seorang analis Korea Utara dari Foundation for Defense of Democracies, David Maxwell, mengatakan laporan tersebut harus dilihat dengan campuran skeptisisme dan keseriusan. "Kita harus skeptis terhadap laporan itu. Tetapi jika (laporan itu) benar, kita perlu waspada," kata Maxwell yang juga merupakan mantan perwira Pasukan Khusus Amerika Serikat ( AS).

Baca juga: Brosur promo Tupperware Desember 2020, sambut Natal dan Tahun Baru dengan harga hemat

Maxwell menambahkan, dalam pernyataan yang dia kirim melalui email, bahwa jika laporan tersebut terbukti benar, maka akan menyebabkan ketidakstabilan yang signifikan di dalam Korea Utara.

Hal itu tentu saja, imbuhnya, berimplikasi pada pengambilan keputusan Kim Jong Un dalam situasi kriris. Laporan tentang adanya kamp karantina Covid-19 rahasia bertepatan dengan laporan upaya Korea Utara untuk meretas sejumlah perusahaan yang mengembangkan vaksin Covid-19.

Perusahaan yang coba diretas hacker Korea Utara salah satunya adalah raksasa farmasi AS, Johnson & Johnson. Sejumlah sumber, yang terlibat dalam penyelidikan dugaan peretasan, mengatakan upaya peretasan tersebut dimulai pada Agustus dan September.

Ketika itu, perlombaan untuk mengembangkan vaksin virus corona semakin meningkat di antara perusahaan farmasi di AS, Inggris, Korea Selatan dan lainnya, menurut laporan oleh Reuters dan The Wall Street Journal.

Editor: Adi Wikanto