Korea Utara marah kepada Swiss



BEIJING. Korea Utara menunjukkan reaksi marah atas keputusan pemerintah Swiss yang memblokir kesepakatan penjualan lift ski untuk negara komunis tersebut.

Peralatan lift tersebut termasuk lift kursi dan mobil kabel yang dipesan untuk melengkapi proyek ski Masik yang saat ini sedang dibangun Korea Utara.

Namun, pemerintah Swiss menyatakan, peralatan yang dipesan itu merupakan barang mewah dan termasuk barang yang dilarang PBB untuk dijual ke Korea Utara.


Asosiasi perusahaan ski Korea Utara mengatakan, seharusnya peralatan tersebut tidak dilarang. Menurut mereka penjualan produk tersebut untuk membangun masyarakat Korea Utara  yang beradab. "Peralatan untuk resor ski itu ini tidak menghasilkan roket atau senjata nuklir," kata pernyataan itu.

Proyek propaganda

Area resor ski Masik diyakini menjadi proyek kesayangan pemimpin Kim Jong-un, yang kabarnya gemar bermain ski ketika dia bersekolah di Bern, Swiss, dengan cara menggunakan nama samaran.

Hal ini di respons oleh Korea Utara dengan membangun ski juga. Apalagi, musuhnya Korea Selatan akan menjadi tuan rumah kejuaraan ski pada Olimpiade Musim Dingin 2018 mendatang.

Pengerjaan resor  ski tersebut, sempat tertunda oleh hujan deras dan tanah longsor, tapi Kim Jong-un ingin proyek ini selesai pada akhir tahun ini.

Para pemimpin Korea Utara telah berulang kali mengunjungi dan mempromosikan resor tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan gaya hidup penduduknya.

Tetapi Sekretariat Negara untuk Urusan Ekonomi di Swiss, Seco, mengatakan, resor tersebut adalah proyek propaganda dan bergengsi rezim. “Tak terbayang, apakah resor itu bisa digunakan oleh masyarakat umum," kata juru bicara Seco Marie Avet.

Sebelumnya Korea Utara sudah menyepakati pembelian ski asal Swiss tersebut dari Bartholet Maschinenbau. Nilai kontrak pembelian peralatan ski itu mencapai US$7 juta. Kesepakatan ini merupakan kesepakatan ketiga yang digagalkan oleh aturan PBB.

Sebelumnya, produsen produk yang sama dari Austria dan Prancis juga menolak melakukan transaksi tersebut karena alasan politik.

Editor: Asnil Amri