Korea Utara meminta Jepang bertobat atas kebrutalan di era kolonial



KONTAN.CO.ID - SEOUL. Korea Utara melalui surat kabar nasionalnya pada hari Selasa (24/8) mendesak Jepang untuk bertobat dan melakukan refleksi atas kebrutalan yang mereka lakukan di era kolonial.

Pesan tersebut diterbitkan surat kabar Rodong Sinmun bertepatan dengan peringatan 111 tahun pencaplokan Semenanjung Korea oleh Jepang.

Surat kabar milik negara tersebut menyoroti sikap Jepang yang memaksa Korea Utara untuk menandatangani perjanjian itu pada tahun 1910 dengan paksa. Korea Utara juga menyebut perjanjian tersebut dibuat-buat dan tidak sah.


"Kita harus membuat Jepang membayar harga dari semua rasa sakit dan kesengsaraan yang diderita rakyat kita di masa lalu," ungkap seorang peneliti dalam artikel yang diterbitkan Rodong Sinmun.

Dilansir dari Yonhap, artikel tersebut juga menentang pernyataan Jepang bahwa pencaplokan itu berlaku secara legal dengan persetujuan Raja Sunjong. 

Baca Juga: Kim Jong Un dan Vladimir Putin berjanji lanjutkan kerjasama ke tingkat strategis baru

Perjanjian tersebut ditandatangani pada 22 Agustus 1910 oleh Perdana Menteri Korea yang pro-Jepang Lee Wan-yong dan Gubernur Jenderal Jepang Korea Terauchi Masatake.

Tidak hanya melalui surat kabar, kecaman atas kebrutalan Jepang di masa lalu juga disuarakan melalui Uriminzokkiri, sebuah situs propaganda Korea Utara.

Di dalam Uriminzokkiri, Jepang juga dikecam karena mengklaim Kepulauan Dokdo yang ada di wilayah paling timur Korea Selatan.

Situs tersebut bahkan menyebut buku putih pertahanan Jepang edisi terbaru sebagai buku untuk anak-anak. 

Oleh Korea Utara, buku putih pertahanan tersebut digunakan Jepang untuk mencuci otak anak-anak mereka dengan ide-ide militer dan menanamkan dendam dalam hati mereka untuk menyerang Korea.

Selanjutnya: Korea Utara: Korea Selatan bakal rasakan krisis keamanan besar-besaran setiap menit