Korea Utara mendesak AS lakukan pendekatan baru dalam perundingan denuklirisasi



KONTAN.CO.ID - SEOUL. Korea Utara menyatakan, posisi Amerika Serikat yang sewenang-wenang dan tidak jujur mengakibatkan kegagalan untuk mencapai kesepakatan selama konferensi tingkat tinggi (KTT) Korea Utara-AS yang kedua. Korea memperingatkan masalah nuklir tidak akan pernah selesai tanpa ada pendekatan baru dalam pembahasannya.

Mengutip Reuters, Jumat (24/5), seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara menuduh AS berusaha mengalihkan kesalahan atas kegagalan pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump pada Februari lalu dengan mengangkat masalah yang tidak relevan. Sayangnya, ia tidak merinci masalah yang tidak relevan yang dimaksud.

"Penyebab mendasar kemunduran pembicaraan puncak di Hanoi antara Demicratic People's Republic of Korea (DPRK)-AS adalah posisi sewenang-wenang dan tidak jujur AS, dan AS bersikeras pada metode yang sama sekali tidak mungkin untuk dilalui," ujar jurubicara yang tidak disebutkan namanya dalam sebuah pernyataan di kantor berita resmi KCNA.


"Amerika Serikat tidak akan bisa menggerakkan kita, bahkan satu incipun dengan perangkat yang sedang dipertimbangkan dan semakin jauh ketidakpercayaan dan permusuhan terhadap DPRK tumbuh, semakin ganas reaksi kami nantinya."

Pernyataan itu adalah kritik terbaru terhadap AS sejak gagalnya KTT di Vietnam, dimana Kim meminta sanksi bantuan sebagai imbalan atas pembatalan sebagian program nuklir Korea Utara.

Kim telah menetapkan batas waktu akhir tahun bagi AS untuk menunjukkan lebih banyak fleksibilitas, tetapi Trump dan pejabat AS lainnya mengesampingkan hal itu dan menyerukan Kim untuk bertindak sesuai komitmen untuk melakukan denuklirisasi.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara mengatakan, perundingan nuklir yang macet tidak akan pernah dilanjutkan kembali kecuali AS menawarkan metode perhitungan baru.

"Dan dengan perpanjangan, prospek untuk menyelesaikan masalah nuklir akan jauh lebih suram," kata pejabat itu. 

Editor: Herlina Kartika Dewi