KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koreksi yang dialami dollar Amerika Serikat (AS) menjadi momentum bagi harga emas untuk kembali mengumpulkan tenaga. Setelah terseret ke level terendahnya sepanjang 2018 pada pekan lalu, harga emas kembali bergerak menguat di tengah sentimen yang menahan laju mata uang negeri Paman Sam. Mengutip Bloomberg, Rabu (22/8) pukul 10.30 WIB, harga emas di Commodity Exchange (Comex) untuk kontrak pengiriman Desember 2018 berada di posisi US$ 1.202,10 per ons troi. Harga tersebut naik 0,17% dibandingkan harga pada hari sebelumnya. Sejak akhir pekan lalu, harga emas juga telah menanjak 1,51%. Di saat yang sama, indeks dollar tertekan ke posisi 95,223. Indeks dollar turun tipis 0,03% dari posisi penutupan pada hari sebelumnya.
Analis Global Kapital Investama Alwy Assegaf, menilai, penguatan harga emas saat ini memang pengaruh pelemahan yang terjadi pada dollar AS semata. "Belum ada sentimen yang mengubah kondisi fundamental emas sampai saat ini," ujar Alwy, Selasa (21/8). Emas menguat pasca Presiden AS Donald Trump memberi pernyataan tidak setuju terhadap kebijakan Federal Reserve menaikkan suku bunga sepanjang tahun ini. Pernyataan Trump tersebut lantas menekan dollar yang sudah mengalami reli tinggi sejak awal tahun dan membuka peluang bagi rivalnya seperti euro, poundsterling dan emas untuk rebound. Kendati demikian, Alwy menilai, dollar AS belum kehilangan pamornya sebagai aset
safe haven yang paling digemari pelaku pasar saat ini. Oleh karena itu, penguatan mata uang
the greenback ini masih terbuka terutama jika The Fed masih melanjutkan arah kebijakann moneternya yang hawkish. "Yang jadi penentu pergerakan harga emas ke depan adalah respons The Fed terhadap pernyataan-pernyataan yang dilontarkan Trump. Apakah The Fed tetap menjaga independensinya sebagai bank sentral yang tidak bisa diintervensi pemerintah, atau sebaliknyam," terang Alwy. Alwy meyakini, komentar Trump tidak akan serta merta mengubah arah kebijakan The Fed yang masih berencana menaikkan suku bunga pada September dan Desember mendatang. Di sisi lain, sentimen perang dagang dan ketegangan antara AS dan Iran terkait sanksi yang dikenakan tak juga menyulut kenaikan harga emas. Sebaliknya, ketegangan politik dan ketidakpastian justru membuat dollar AS makin berjaya. Untuk itu, tak banyak peluang bagi harga emas untuk bisa melesat di sepanjang sisa tahun ini.
Selanjutnya, Alwy menyebut, pelaku pasar akan mengantisipasi dua event penting dari AS dalam pekan ini. Pertama, rilis risalah rapat FOMC yang dilaksanakan akhir Juli lalu. Kedua, simposium Jackson Hole yang menjadi ajang bertemunya para petinggi bank sentral dunia untuk memaparkan arah kebijakannya masing-masing. "Pada simposium Jackson Hole, pejabat bank sentral sering kali mengumumkan perubahan arah kebijakan. Pasar tampaknya mengantisipasi apa yang akan disampaikan The Fed pada acara ini," kata Alwy. Jika nada the Fed pada notulensi FOMC maupun acara Jackson Hole nanti masih
hawkish, dollar AS pun akan kembali menguat dan harga emas berpotensi kembali tertekan. Toh, Alwy bilang, jika The Fed menunjukkan nada dovish, dollar AS masih akan mendapat sentimen pendorong dari isu perang dagang dan ketegangan politik AS dengan Iran. Kedua sentimen tersebut membuatnya menjadi incaran investor sebagai aset
safe haven sehingga harganya tetap terjaga. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati