Koreksi harga minyak diramal hanya sementara



JAKARTA. Harga minyak sulit menguat tajam meski produsen minyak di OPEC terus berkomitmen untuk mengurangi angka produksi. Prospek harga minyak juga berharap pada naiknya angka permintaan.

Mengutip Bloomberg, Selasa (7/2) pukul 18.15 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman Maret 2017 di New York Mercantile Exchange tergerus 0,28% ke level US$ 52,86 per barel dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, harga minyak menguat tipis 0,09%.

Suluh Adil Wicaksono, analis PT Cerdas Indonesia Berjangka menjelaskan, upaya pemangkasan produksi OPEC sudah hampir mencapai target. Produsen di luar OPEC seperti Rusia juga masih mematuhi kesepakatan pembatasan produksi. Produksi minyak Rusia saat ini telah terpangkas hingga 1,1 juta barel per hari.


"Harga minyak sudah naik sekitar 20% sejak pemangkasan produksi disetujui pada akhir November 2016," paparnya. Hal tersebut menurut merupakan sinyal yang baik bagi prospek harga ke depan. Meski, laju harga juga dibayangi oleh kenaikan produksi minyak AS.

Pemangkasan produksi menurut Suluh juga harus didukung oleh kenaikan permintaan. Dengan demikian, peluang harga minyak untuk menguat menjadi semakin besar. China yang menjadi salah satu negara konsumen minyak terbesar di dunia menjadi salah satu harapan. Impor minyak China tahun lalu mencapai 7,63 barel per hari atau naik 13,2% dari tahun 2015.

Pemerintah China menargetkan lonjakan impor hingga dua digit dalam beberapa tahun ke depan, seiring dengan turunnya produksi dalam negeri. Rencana di bidang energi, pemerintah China memperkirakan produksi minyak di tahun 2020 sebesar 200 juta metrik ton atau 4 juta barel per hari.

Angka tersebut turun 6,8% dibanding produksi tahun 2015. Dengan demikian, impor minyak kemungkinan akan meningkat 17% selama lima tahun ke depan menjadi 390 juta ton atau 7,8 juta barel per hari.

Harapan kenaikan permintaan juga muncul dari AS jika pertumbuhan ekonomi semakin membaik di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump. Suluh memperkirakan koreksi harga minyak hanya akan terjadi sementara.

Peluang kenaikan harga masih cukup besar mengingat sentimen pembatasan produksi OPEC masih cukup kuat menopang minyak. "Asal tidak ada lagi data kenaikan produksi AS. Harapannya sentimen negatif dari angka kenaikan rig di AS hanya sementara," imbuh Suluh.

Laju dollar AS yang sedang melemah turut mendukung harga minyak. Suluh memperkirakan harga minyak hingga akhir kuartal pertama akan berada pada kisaran US$ 51,45 - US$ 54,65 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto