Koreksi harga nikel menekan prospek INCO



JAKARTA. Prospek kinerja keuangan dan harga saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) begitu suram pada tahun ini. Selain terhambat produksi, ancaman lain Vale adalah penurunan harga nikel di pasar internasional.

Harga nikel di London Metal Exchange, Senin (2/7) lalu, mencapai US$ 16.739 per metrik ton. Harga tersebut telah menyusut 10,69% dari posisi awal tahun di level US$ 18.742 per metrik ton.

Selama kuartal I-2012, kinerja keuangan INCO merosot tajam. Pendapatan dan laba bersih INCO menurun masing-masing 39% dan 97% menjadi US$ 197 juta dan US$ 3,83 juta. Hal itu diakibatkan oleh volume produksi yang menyusut 25% yoy akibat pembangunan tungku pembakaran (furnace) 2 dan perbaikan furnace 1 selama kuartal pertama tahun ini.


Presiden Direktur INCO, Nicolas Kanter memastikan tungku pembakaran sudah diperbaiki dan kembali beroperasi sejak awal kuartal kedua tahun ini. Manajemen yakin produksi nikel di kuartal kedua lebih baik daripada kuartal pertama.

Di kuartal I-2012, INCO hanya memproduksi 12.431 metrik ton nikel, menurun 24,67% dari produksi di kuartal I-2011. Masih di rentang waktu yang sama, volume penjualan INCO menyusut 21,41% menjadi 12.514 metrik ton. Vale Indonesia menargetkan produksi nikel tahun ini mencapai 73.000 metrik ton.

Analis Sinarmas Sekuritas, James Wahyudi, menilai kinerja INCO akan terpengaruh proyeksi pelemahan harga komoditas akibat perekonomian global yang cenderung melambat.

Menurut James, prospek kinerja INCO bisa membaik lagi, asalkan perekonomian China dan Jepang meningkat. Jika ekonomi kedua negara itu naik, harga komoditas, termasuk nikel, ikut bangkit. “Pengguna terbesar biasanya China. Namun, sepertinya saat ini, pasar China dan Jepang kurang bagus,” ujar dia.

Danareksa Sekuritas memperkirakan produksi nikel INCO pada 2012-2013 mencapai 70.000 ton-79.000 ton. Proyeksi itu lebih rendah 2% dari perkiraan sebelumnya. Danareksa juga memangkas prediksi harga nikel sebesar 10% menjadi US$ 18.000 per metrik ton selama tahun ini dan US$ 19.000 metrik ton untuk jangka panjang.

Di saat yang sama, asumsi harga minyak mentah di pasar internasional pada tahun ini menjadi US$ 103 per barel dari sebelumnya US$ 83 per barel. Dengan data tersebut, Danareksa memangkas perkiraan pendapatan INCO sebesar 29% menjadi US$ 995 juta di sepanjang tahun ini.

Ananita Mieke Kusumaningsih, analis Danareksa Sekuritas, memberikan rekomendasi hold saham INCO dengan target Rp 2.750 per saham. Analis Samuel Sekuritas Indonesia, Yualdo T. Yudoprawiro, juga merekomendasikan hold dengan target harga Rp 3.300 per saham.

Sedangkan James Wahyudi merekomendasi neutral INCO dengan target masih sama dengan proyeksi sebelumnya, yakni di posisi Rp 3.850 per saham, sambil menanti laporan kinerja keuangan INCO pada kuartal II-2012. Target harga tersebut mencerminkan price to earning ratio (PER) INCO sebesar 10 kali. Harga saham INCO pada perdagangan Selasa (3/7) ditutup menyusut 3% menjadi Rp 2.825 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro