Koreksi IHSG bukan imbas Dow Jones



JAKARTA. Indeks saham Amerika Serikat, Dow Jones Industrial Average (DJIA), menguat tajam dalam sepekan terakhir. Bahkan, indeks mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan menembus level 22.000. Kemarin, Dow Jones ditutup di level 22.026, naik 1,05% dalam sepekan, dan reli 3,31% sebulan terakhir.

Hal ini berbeda dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Indeks saham domestik justru mencatatkan penurunan sepekan. Jumat (4/8), IHSG ditutup turun 0,05% ke level 5.777,48. Sepekan, indeks tergerus 53,55 poin atau setara 0,92%.

Sepekan ini, asing masih mencatatkan net sell sebesar Rp 430 miliar.


Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri tidak melihat penguatan DJIA yang memicu koreksi pada IHSG. Ia menyebut, IHSG memang sedikit mengalami anomali, meski banyak laba korporasi yang cukup bagus.

Menurutnya, net sell asing, bukan lantaran pemodal asing berpindah ke pasar Wall Street, namun lantaran investor melakukan profit taking usai Indonesia meraih peringkat investment grade dari S&P. "Asing belum kelihatan berpindah, karena nilai tukar rupiah masih cukup kuat. Jika asing keluar pasti terlihat dari rupiah," kata Hans, Jumat (4/8).

Selain itu, ia juga melihat, IHSG saat ini sudah terlalu mahal. Hans memprediksi, indeks akan berada di level 6.000 hingga akhir tahun ini.

Taye Shim, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas menyebut, kenaikan Dow Jones tidak memiliki hubungan terhadap koreksi IHSG pada pekan ini. "Saya melihat bahwa hal tersbut lebih dikarenakan outlook yang suramĀ  daya beli masyarakat," katanya, Jumat (4/8).

Ia melihat, saat ini inflasi masih rendah, pengeluaran juga tidak banyak dan pertumbuhan ekonomi tidak secepat yang dibayangkan. Prediksi Taye, IHSG akan berada di level 6.241 hingga akhir tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini