Koreksi IHSG masih sehat



JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,28% ke 5.122 pada perdagangan akhir pekan (25/11), setelah tenggelam 2% pada Kamis (24/11). Meski menghijau, IHSG turun 0,93% dari posisi pekan lalu.

Analis Lautandhana Securindo Krishna Setiawan mengatakan, penurunan indeks pada Kamis lalu memang dalam. Tapi sepekan terakhir, IHSG mengalami koreksi sehat. "Indonesia mengalami koreksi yang tidak terlalu buruk bila dibandingkan dengan bursa India, Malaysia, dan Filipina yang hancur," kata Krishna, kemarin.

Adapun analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan, penyebab koreksi IHSG adalah situasi politik dalam negeri yang memanas mengingat adanya rencana aksi demonstrasi pada 2 Desember.


"Ini sangat mempengaruhi kinerja ekonomi umumnya dan IHSG khususnya," kata Nafan. Ditambah lagi, tekanan terhadap IHSG semakin dalam gara-gara gejolak perekonomian global pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Pasar menduga kebijakan Trump bakal mengarah ke proteksionisme serta membatasi imigran.

"Sehingga The Fed harus merespons dengan memberikan pernyataan rencana menaikkan tingkat suku bunga pada Desember mendatang. Inilah yang mendorong investor asing menarik dana dari Indonesia. Ditambah lagi dengan adanya penguatan dollar AS terhadap rupiah," katanya.

Menurut Nafan, pada pekan depan IHSG akan masuk fase konsolidasi dengan kecenderungan positif dalam kisaran 4.940-5.290. "Rencana OPEC dalam pertemuan dengan enam negara produsen minyak non OPEC akan tercapai pada 30 November di Wina. Ini dapat memberikan efek positif bagi IHSG," ujarnya.

Tapi sentimen politik dalam negeri terkait aksi demonstrasi Jumat depan akan berdampak negatif bagi IHSG. Sehingga ada potensi tekanan pada IHSG di akhir pekan depan.

Krishna mengatakan, pekan depan indeks masih berada di bawah tekanan dengan support 5.043 dan resistance 5.160. "Awal pekan IHSG akan relaks, tapi pada akhir pekan tekanan jual akan besar. Indeks masih sulit untuk bergerak bullish pekan depan, tapi perhatikan juga arah rupiah," saran Krishna.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie