Koreksi rupiah menekan emiten konsumer



JAKARTA. Prospek industri berbasis konsumsi masyarakat pada tahun ini masih berat. Di awal tahun ini, setelah pemerintah memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM), memang perekonomian domestik terus membaik, angka inflasi juga semakin melandai. Apalagi, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan alias BI rate.

Beberapa faktor itulah yang bakal mengangkat prospek bisnis dan saham emiten consumer goods. Namun, jalan bagi emiten barang konsumsi tidak selamanya mulus. Tren pelemahan rupiah menjadi salah satau ancaman serius bagi industri berbasis konsumsi masyarakat.

Kepala Riset NH Korindo Reza Priyambada mengungkapkan, penurunan BI rate menjadi 7,5% menyebabkan suku bunga kredit perbankan menurun. Alhasil, daya beli masyarakat ikut terangkat. Namun analis Ciptadana Securities Jennifer Natalia Widjaja tidak melihat penurunan BI rate mempengaruhi minat masyarakat terhadap produk konsumer.


Menurut dia, faktor yang mengangkat daya beli masyarakat justru penurunan harga BBM. Sebab, ada pengalihan pengeluaran menjadi permintaan produk konsumer. Kini, emiten konsumer menghadapi tantangan baru, yakni terkaparnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

Bahkan pekan ini, kurs tengah BI memperlihatkan rupiah telah menembus Rp 13.191 per dollar AS. "Ini yang menjadi masalah. Karena biaya bahan baku naik. Kinerja emiten konsumer bisa saja terganggu," sebut Reza.

Jennifer menilai, pelemahan rupiah bisa mengerek beban emiten konsumer. Ini khususnya terjadi pada emiten yang memiliki bahan baku impor dan memiliki beban produksi dalam bentuk dollar AS. Dus, kenaikan cost of goods sold (COGS) menyebabkan margin emiten konsumer tertekan. Dia mencontohkan perusahaan farmasi, yang umumnya memiliki COGS dengan porsi cukup besar.

Meski begitu, Jennifer menyebut, harga beberapa bahan baku juga menurun, seperti gandum dan susu skim. Sehingga, ada kemungkinan margin beberapa emiten konsumer bakal tetap terjaga. Reza merasa, perusahaan sektor konsumer tak akan mampu tumbuh cemerlang jika nilai tukar masih lunglai.

Dia memperkirakan, laba emiten konsumer tumbuh 5% sampai 6% pada tahun ini. Sejak awal tahun (ytd), saham sektor konsumer telah meningkat 7,15%. Bahkan pertumbuhan sektor konsumer menduduki posisi ketiga tertinggi di Bursa Efek Indonesia (BEI). Reza merekomendasikan saham UNVR dan ICBP.

Menurut dia, produk kedua emiten cukup diminati masyarakat. UNVR tak banyak memiliki beban utang dollar AS. Adapun dollar yang dibayarkan hanya royalti ke induk. Dia menyarankan buy UNVR dengan target Rp 41.000 dan ICBP di Rp 15.200.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie