JAKARTA. Prospek rupiah masih meredup. Kemarin, kurs tengah Bank Indonesia (BI) memperlihatkan, rupiah terus melemah dan menyentuh level Rp 12.027 per dollar AS. Di pasar spot, rupiah terkoreksi 0,84% menjadi Rp 12.090 per dollar AS. Dalam setahun, rupiah anjlok 21,88%. Kejatuhan rupiah turut menghimpit emiten di pasar modal domestik. Jika di kuartal pertama banyak emiten mencatatkan untung kurs, kondisi sebaliknya bakal terjadi di kuartal kedua dan kuartal ketiga. Pelemahan rupiah bisa menyebabkan emiten menelan rugi selisih kurs. Berdasarkan wawancara KONTAN dengan sejumlah analis pasar modal, ada beberapa perusahaan yang bisa terpapar pelemahan rupiah. Misalnya, perusahaan yang memiliki utang dollar AS, antara lain Indofood Sukses Makmur (INDF), Alam Sutera Realty (ASRI) dan Tower Bersama Infrastructure (TBIG). "Emiten yang punya utang dollar AS bisa melakukan efisiensi biaya," imbuh Kepala Riset Asjaya Indosurya Securities, William Surya Wijaya.
Kemudian, perusahaan yang sebagian besar bahan bakunya impor ikut terkena imbas. Contohnya Kalbe Farma (KLBF). Emiten yang meraih pendapatan dan biaya dalam dollar AS, tapi mencatatkan laporan keuangan dalam rupiah juga tak luput dari ancaman rugi kurs. Emiten ini semisal Aneka Tambang (ANTM). Kepala Riset Henan Putihrai Ibnu Anjar Widodo memprediksi, rugi selisih kurs emiten di kuartal kedua tahun ini tak berdampak signifikan. Sebab, rupiah baru melemah mulai Juni. Dia melihat, rugi selisih kurs akan berefek signifikan ke laporan keuangan kuartal ketiga. Sebab, rupiah berpotensi menyentuh Rp 13.000 per dollar di periode ini. “Rugi selisih kurs bakal terasa jika pelemahan rupiah sampai kuartal ketiga,” ungkap Ibnu.