Korporasi Indonesia paling tahan banting



JAKARTA. Sejak awal bulan ini pasar saham ajrut-ajrutan. Hitung punya hitung, dari akhir September 2014 hingga Jumat (10/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah turun 3,39% ke 4.962,96. Sepanjang pekan lalu, asing tercatat telah melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 1,08 triliun.

Meski begitu, hasil survei lembaga pemeringkat dunia, Standard & Poor’s (S&P) Rating Services, menunjukkan, emiten di Indonesia memiliki daya tahan terkuat dibanding kan dengan emiten saham di kawasan Asia Tenggara.

Xavier Jean, Analis Kredit S&P, mengatakan, neraca keuangan emiten di Indonesia masih prudent dan mampu meminimalisir risiko penurunan kualitas kredit dalam setahun ke depan. "Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia memiliki manajemen neraca keuangan lebih konservatif dibanding korporasi di Singapura, Thailand, dan Filipina," ujar Jean, akhir pekan lalu.


S&P melihat, para emiten saham besar di Indonesia memilih menumpuk likuiditas sebagai bantalan menghadapi risiko. Sebanyak 80% dari total 15 korporasi besar yang menjadi target penilaian, profil risiko keuangan setara dengan investment grade. Selain itu emiten saham di Indonesia memiliki utang rendah, arus kas baik dan penggunaan belanja modal tidak berlebihan.

Hitungan S&P, utang bersih korporasi Indonesia hanya naik 15% sejak 2008 hingga kuartal I-2014. Pertumbuhan utang ini masih di bawah rata-rata pertumbuhan utang korporasi Filipina yang naik tiga kali lipat dan Singapura dua kali lipat.

Kendati begitu, profil kredit emiten Indonesia akan meningkat di tahun ini karena perlambatan pertumbuhan pendapatan. "Kami memperkirakan, kualitas kredit perusahaan Indonesia sedikit tergerus dalam 12 bulan mendatang," jelas Jean. Toh, potensi penurunan kualitas kredit ini tak seburuk perusahaan lain di ASEAN.

Kepala Riset HD Capital Yuganur Wijanarko setuju bahwa emiten di Indonesia cukup kuat, dengan rata-rata kredit bermasalah 3,5% selama 12 tahun. Daya tahan emiten di Indonesia ini mestinya menjadi alasan asing untuk mengakumulasi saham berkapitalisasi besar maupun lapis dua yang sudah terkoreksi.

Menurut Kepala Riset First Asia Capital David Sutyanto, ekonomi Indonesia ditopang konsumsi domestik. Sedangkan negara lain lebih berorientasi ekspor. Alhasil, emiten saham di Indonesia bisa mengandalkan pasar lokal ketika terjadi krisis global.

Nah, di antara sekian banyak emiten saham, Yuganur memasukkan GGRM, UNVR, INDF, AISA, JSMR, TLKM, BBCA, BBRI, BBNI, dan BMRI sebagai emiten saham yang tahan banting. Sedangkan David memasukkan UNVR, INDF, ICBP, TLKM dan PGAS dalam kategori emiten saham yang tahan banting.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie