Korporasi mengejar bisnis penyewaan satelit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek bisnis berbasis luar angkasa, dalam hal ini satelit, masih cukup menarik. Sejumlah korporasi memperkuat bisnis satelit demi menambah pendapatan dan memperkuat layanan.

Salah satu perusahaan telekomunikasi yang lama berbisnis satelit adalah PT Indosat Tbk. Kali ini, Indosat bersama PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) dan PT Pintar Nusantara Sejahtera mendirikan perusahaan patungan bernama PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera (PSNS). Perusahaan ini menjalin kerjasama dengan korporasi asal Tiongkok, China Great Wall Industry Corporation (CGWIC), untuk membangun satelit Palapa-N1.

Indosat optimistis dengan bisnis satelit. "EBITDA margin di kisaran 70%–75%, di mana saat ini utilisasai satelit Palapa D sudah hampir 100% dari total kapasitas," kata Direktur Utama Indosat Joy Wahyudi, kepada Kontan.co.id Kamis (23/8).


Investasi awal yang dikeluarkan PSNS sekitar US$ 200 juta. "Termasuk asuransi dan biaya peluncuran, di mana Indosat berkontribusi atas 35% saham di PSNS," kata dia. Pemeliharaan satelit Palapa-N1 bakal menelan biaya Rp 10 miliar per tahun.

PSNS akan mengoperasikan Palapa-N1 hingga tahun 2035, yang tertuang dalam perjanjian kerjasama ISAT dengan PSNS pada 13 Agustus 2018. Palapa-N1 bakal mengorbit di slot 113 bujur timur.

Saat ini, Indosat memiliki satelit Palapa-D yang melayani kebutuhan penyiaran dan konektivitas. Khusus untuk bisnis broadcasting, satelit itu merupakan ekosistem yang diklaim terbesar untuk layanan free to air dan layanan TV berbayar. Di samping penggunaan internal, Palapa juga menyewakan transpondernya untuk layanan konektivitas seperti VSAT.

Joy mengatakan, alasan utama bekerjasama dengan PSN karena mereka operator satelit yang dinilai berpengalaman.

Kerjasama ini juga dimaksudkan agar operator satelit, yakni PSNS, yang mengoperasikan beberapa satelit bakal lebih efisien dibandingkan Indosat yang saat ini hanya mengoperasikan satu satelit. Dengan demikian, Joy meyakini PSNS akan lebih mampu bersaing dengan operator satelit internasional.

Dia menambahkan, fokus bisnis Indosat bakal lebih ke layanan seluler. Adanya satelit sendiri baru berkontribusi pada pendapatan kurang dari 2% dari total pendapatan Indosat. "Karenanya, satelit lebih berguna terhadap perluasan cakupan dan kapasitas seluler," ujar Joy.

Sedangkan PT Telkom Tbk sudah memiliki tiga satelit. Yang terakhir, baru saja diluncurkan dari Amerika Serikat bernama Satelit Merah Putih. Direktur Utama Telkom, Alex J. Sinaga, menyatakan Satelit Merah Putih menjangkau seluruh wilayah Indonesia, kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Kehadiran satelit ini diharapkan dapat mengurangi kesenjangan digital di Indonesia (digital dividen) dan memperkuat bisnis internasional TelkomGroup.

Selain Indosat dan Telkom, sejak dua tahun lalu tepatnya pada 18 Juni 2016, Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga telah meluncurkan satelit pertamanya, BRIsat. Bank ini menghabiskan Rp 3,37 triliun untuk peluncuran BRIsat.

Direktur Digital Banking dan Teknologi Informasi BRI Indra Utoyo menjelaskan, BRIsat memberikan kepastian kapasitas jaringan komunikasi hingga 15 tahun ke depan. "Untuk seluruh channel baik cabang, fisik, maupun elekronik dan agen BRIlink, kata dia.

BRIsat juga ikut meningkatkan fleksibilitas layanan secara cepat. "Kualitas customer experience di setiap unit pelayanan ke daerah terpencil minimal 1 Mbps, tambah dia.

Kini, BRI tidak perlu lagi merogoh dana untuk sewa satelit. Sebelum memilik BRIsat, BRI harus menyewa satelit seharga Rp 500 miliar per tahun. BRIsat diyakini bisa mencapai break even point dalam tujuh tahun setelah meluncur atau pada 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi