Korsel kurangi pendanaan batubara di luar negeri, investasi di Indonesia masih aman



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korea Selatan (Korsel) berencana mengurangi emisi karbon. Salah satu caranya Korea Selatan menyatakan akan mengakhiri pendanaan untuk proyek batubara di luar negeri. Langkah ini menjadi upaya Korea Selatan mencapai target penurunan emisi. 

Pernyataan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in itu disampaikan pada Leaders Summit on Climate (KTT Perubahan Iklim) yang diinisiai oleh Amerika Serikat, Kamis (22/4). Namun, Moon mengatakan, pendanaan proyek yang sudah berjalan, tak terdampak kebijakan tersebut.   Dalam pernyataan persnya, seperti dikutip dari kantor berita Yonhap, Moon mengatakan, pihaknya berkomitmen mengurangi emisi karbon. Dia bilang, pemerintah akan menghilangkan pendanaan proyek-proyek batubara ke depan. 

Baca Juga: Pengembangan PLTS dihadapkan berbagai tantangan

Namun, Moon juga menekankan, kebijakan ini tidak berpengaruh terhadap apa yang sudah dijalin pemerintahnya dengan Indonesia dan Vietnam. Tujuh proyek pembangkit di dalam negeri Korea sendiri tetap berjalan.   Korea Selatan adalah satu satu dari tiga investor terbesar di dunia untuk proyek batubara, selain China dan Jepang. Di Indonesia, Korea Selatan menyalurkan pendanaan jangka panjang untuk pembangkit listrik. 

Pendanaan tersebut melalui penjaminan Perusahaan Asuransi Perdagangan Korea (K-SURE) dan Bank Ekspor-Impor Korea (KEXIM) serta pendanaan langsung melalui KEXIM dan Bank Pembangunan Korea (KDB) baik untuk proyek PLN maupun proyek IPP (pembangkit swasta) yang tersebar di Indonesia.

Pemerintah Indonesia mengapresiasi langkah Korea Selatan (Korsel) mengurangi emisi.  Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal kelistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Wanhar dalam rilis mengatakan, ini selaras dengan niatan RI yang akan menjaga lingkungan mencegah perubahan iklim. 

Wanhar menegaskan jika Korsel berkomitmen mendanai untuk proyek batubara di Tanah Air yang tengah berjalan. "Semua proyek PLTU Indonesia sudah finance closed dan tinggal penyelesaian konstruksinya," ujar dia dalam rilis, Selasa (27/4).   Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Monty Girianna menegaskan jika Indonesia sudah mengikuti dan siap mengadopsi agenda perubahan iklim. Dia juga bilang jika apa yang disepakati dengan Korsel tetap berjalan.

"Tentu saja untuk proyek-proyek PLTU Batubara yang existing masih tetap akan berjalan sesuai dengan kontrak, kalaupun ada perubahan perlu ada kesepakatan kedua belah pihak," kata Monty Girianna dalam rilis. Dia juga mengatakan, Indonesia masih tetap komitmen untuk bersama-sama komunitas global menyukseskan agenda pengurangan emisi gas rumah kaca. 

Baca Juga: Xi Jinping: China akan menurunkan konsumsi batubara secara bertahap 

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan baik yang digunakan untuk kelistrikan maupun nonkelistrikan. Pemerintah, dalam hal ini ESDM, juga tengah mengevaluasi dan memfinalkan RUPTL PLN tahun 2021-2030. 

Evaluasi yang dilakukan diantaranya adalah mengkaji proyek-proyek PLTU Batubara yang belum konstruksi dan meningkatkan kapasitas pembangkit listrik yang bersumber dari energi baru dan terbarukan.

Wanhar menyebutkan, pemanfaatan teknologi Ultra Super-Critical (USC) pada PLTU yang kini dibangun di Indonesia menjadi bagian roadmap penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor energi. Teknologi USC termasuk Clean Coal Technology atau CCT bisa mengurangi emisi GRK karena memiliki efisiensi sebesar 40%. 

Wanahar menjelaskan, hal ini berarti PLTU USC mampu mengonversi sebanyak 40% dari setiap energi yang terkandung di dalam batubara menjadi energi listrik (kWh). "Bukan sebagai standar, tapi semacam roadmap penggunaan PLTU di Indonesia," jelas dia.    Pada PLTU USC juga sudah dilengkapi dengan peralatan pengendalian pencemaran udara, sehingga emisi yang dihasilkan dapat memenuhi Baku Mutu Emisi. "Selain Korea Selatan, beberapa negara telah menerapkan teknologi ini, salah satunya adalah Jepang," ujar Wanhar. 

Hal ini harus dilakukan lantaran sejumlah perbankan juga mulai berkomitmen untuk mendanai perusahaan yang ramah lingkungan. Salah satunya adalah perbankan Singapura. Namun perbankan Singapura menyebutkan jika mereka tidak akan menyetop secara mendadak investasi di semua aktivitas bisnis perusahaan-perusahaan besar. 

Baca Juga: Setuju Penerimaan Naik Tapi Pengusaha Berharap Royalti Batubara IUPK Tidak Melejit

Penghentian pendanaan proyek baru kepada perusahaan yang utamanya bergerak di sektor batubara baru dimulai pada Januari 2026. Kebijakan ini akan berubah jika perusahaan batubara mengupayakan energi terbarukan.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana