Korupsi e-KTP, negara dirugikan Rp 1,12 triliun



JAKARTA. Berdasarkan perhitungan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) pada Kemdagri tahun anggaran 2011-2012, negara diduga dirugikan sebesar Rp 1,12 triliun.

Kasus ini menjerat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto.

"Dugaan kerugian sementara yang dihitung dari hasil penyelidikan yang kemudian dinaikan ke penyidikan itu di sekitar Rp 1,12 triliun," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (23/4).


Adapun kasus ini terjadi dalam dua tahun periode, yakni tahun 2011 dan 2012. Johan memerinci, nilai proyek tersebut pada tahun 2011 lebih dari Rp 2 triliun. Sementara untuk tahun 2012 proyek tersebut bernilai lebih dari Rp 3 triliun. Dengan demikian, total nilai proyek untuk dua tahun periode tersebut mencapai Rp 6 triliun.

Lebih lanjut menurut Johan, dugaan kerugian negara tersebut disebabkan karena dalam proyek tersebut diduga ada penggelembungan (mark up), seperti terkait dengan harga satuan dalam konteks pengadaan e-KTP. Namun demikian, Johan mengaku tidak tahu menahu mengenai detailnya.

Seperti diberitakan, KPK akhirnya menetapkan, Sugiharto sebagai tersangka kasus tersebut pada Selasa (22/4), kemarin. Sugiharto selaku selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PKK) di Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kemdagri, bertanggung jawab dalam kontrak dengan perusahaan rekanan dalam proyek tersebut. Hal ini terkait dengan wewenangannya sehingga menyebabkan kerugian negara atau memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Anak buah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi tersebut dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subidair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan