JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Hanura Fauzi H Amro, Kamis (15/9). Fauzi diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang diduga mengalir ke sejumlah anggota Komisi V DPR. "Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ATT (Anggota Komisi V Fraksi PAN Andi Taufan Tiro)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti sebelumnya menyebut, adanya adanya kesepakatan antara pimpinan Komisi V DPR dan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dalam kesepakatan tersebut, pimpinan Komisi V DPR meminta agar Kementerian PUPR menyetujui usulan program aspirasi yang diajukan anggota Komisi V sebesar Rp 10 triliun. Jika tidak, menurut Damayanti, pimpinan Komisi V mengancam akan mempersulit Kementerian PUPR dalam pengusulan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN). Hal itu dikatakan Damayanti saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (15/8). Damayanti didakwa menerima suap dari pengusaha terkait pengusulan program aspirasi di Maluku. "Jadi, kalau Kementerian PUPR tidak bisa menampung permintaan Komisi V, sebagai kompensasi penandatanganan R-APBN tidak akan dilakukan, pimpinan tidak mau melanjutkan rapat dengar pendapat dengan Kementerian," ujar Damayanti kepada Majelis Hakim. Rapat setengah kamar Menurut Damayanti, kesepakatan tersebut dibahas dalam rapat tertutup di ruang Sekretariat Komisi V DPR, yang disebut dengan istilah rapat setengah kamar. Rapat tersebut dihadiri pimpinan Komisi V DPR, masing-masing Ketua Kelompok Fraksi, dan pejabat dari Kementerian PUPR, salah satunya yakni, Sekretaris Jenderal PUPR Taufik Widjojono. Awalnya, menurut Damayanti, pimpinan Komisi V DPR meminta kompensasi Rp 10 triliun, karena Kementerian PUPR mendapat anggaran Rp 100 triliun. Namun, angka tersebut tidak disetujui, angkanya turun menjadi Rp 7 triliun, Rp 5 triliun, sampai akhirnya disepakati Rp 2,8 triliun untuk Direktorat Jenderal Bina Marga. Dalam pertemuan tertutup tersebut, ditentukan juga
fee atau kompensasi yang akan diperoleh setiap anggota Komisi V.
Selain itu, disepakati bahwa setiap anggota memiliki jatah aspirasi Rp 50 miliar, Kapoksi memiliki jatah Rp100 miliar, sementara pimpinan Komisi V mendapat jatah hingga Rp 450 miliar. Damayanti mengatakan, setiap anggota Komisi V mendapat jatah proyek yang nilainya ditentukan oleh pimpinan komisi dan Kapoksi. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga anggota Komisi V sebagai tersangka. Ketiganya yakni, Damayanti, Budi Suprianto (Fraksi Golkar), dan Andi Taufan Tiro (Fraksi PAN). (Ihsanuddin) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia