JAKARTA. Petinggi PT Tambang Batubara Bukit Asam boleh jadi kini tengah ketar-ketir. Pasalnya, Kejaksaan Agung memastikan, perkara dugaan korupsi di perusahaan tambang tersebut kini sudah naik statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. "Statusnya sudah naik ke penyidikan," tegas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy, Jumat (5/3). Alhasil, Marwan menegaskan, karena sudah penyidikan, sudah ada tersangka untuk kasus tersebut. "Sudah ada tersangka, tapi belum ditetapkan," tegasnya. Dalam kasus tersebut diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp 362 miliar.Kasus itu terjadi dalam pengadaan "floating crane" alias pelampung pengangkut alat berat di Pelabuhan Tarahan, Lampung, oleh PT Bukit Asam. Marwan bilang, dalam penyelidikan perkara itu, Kejaksaan menemukan bahwa pengadaan floating crane dilakukan tidak dengan tender terbuka malah ditunjuk langsung.Padahal, menurut salah satu butir dalam Pedoman Pengadaan Barang/Jasa pemilihan/penunjukkan langsung hanya diperbolehkan jika pekerjaan tersebut bersifat mendesak. Marwan bilang, penunjukan langsung juga dilakukan dalam tiga tahun sekaligus. Padahal mestinya kontrak diikat per tahun.Indikasi lain, kontrak juga baru ditandatangani setelah pekerjaan jasa floating crane sudah berjalan selama kurang lebih tiga bulan. Ia bilang, semestinya pekerjaan dilaksanakan berdasarkan kontrak yang sudah ditandatangani terlebih dahulu oleh kedua belah pihak sebelum pelaksanaan pekerjaan dilakukan. Berdasarkan informasi di Pidana Khusus Kejagung, Kejagung sudah memanggil sejumlah pejabat PT BA untuk dimintai keterangan terkait kasus tersebut.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Korupsi PT Bukit Asam Naik ke Penyidikan
JAKARTA. Petinggi PT Tambang Batubara Bukit Asam boleh jadi kini tengah ketar-ketir. Pasalnya, Kejaksaan Agung memastikan, perkara dugaan korupsi di perusahaan tambang tersebut kini sudah naik statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. "Statusnya sudah naik ke penyidikan," tegas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy, Jumat (5/3). Alhasil, Marwan menegaskan, karena sudah penyidikan, sudah ada tersangka untuk kasus tersebut. "Sudah ada tersangka, tapi belum ditetapkan," tegasnya. Dalam kasus tersebut diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp 362 miliar.Kasus itu terjadi dalam pengadaan "floating crane" alias pelampung pengangkut alat berat di Pelabuhan Tarahan, Lampung, oleh PT Bukit Asam. Marwan bilang, dalam penyelidikan perkara itu, Kejaksaan menemukan bahwa pengadaan floating crane dilakukan tidak dengan tender terbuka malah ditunjuk langsung.Padahal, menurut salah satu butir dalam Pedoman Pengadaan Barang/Jasa pemilihan/penunjukkan langsung hanya diperbolehkan jika pekerjaan tersebut bersifat mendesak. Marwan bilang, penunjukan langsung juga dilakukan dalam tiga tahun sekaligus. Padahal mestinya kontrak diikat per tahun.Indikasi lain, kontrak juga baru ditandatangani setelah pekerjaan jasa floating crane sudah berjalan selama kurang lebih tiga bulan. Ia bilang, semestinya pekerjaan dilaksanakan berdasarkan kontrak yang sudah ditandatangani terlebih dahulu oleh kedua belah pihak sebelum pelaksanaan pekerjaan dilakukan. Berdasarkan informasi di Pidana Khusus Kejagung, Kejagung sudah memanggil sejumlah pejabat PT BA untuk dimintai keterangan terkait kasus tersebut.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News